Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meracik Pendanaan "Fintech Lending", antara Investor Institusi dan Ritel

Kompas.com - 14/07/2023, 14:37 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Industri fintech peer-to-peer lending perlu meracik pendanaan antara investor institusi dan ritel. Hal ini penting untuk mencegah adanya konsentrasi risiko yang dapat mengganggu kinerja perusahaan fintech.

Chief Executive Officer (CEO) BNI Ventures Eddi Danusaputro mengatakan, seharusnya perusahaan fintech lending memiliki campuran pendanaan antara investor institusi dan ritel. Jika salah satu di antaranya memiliki porsi yang terlalu sedikit atau sebaliknya, dikhawatirkan akan menimbulkan masalah.

"Menurut saya harusnya mixed, itu kan consentration risk. Misal sekarang suku bunga naik itu menjadikan cost of capital naik, ekspektasi untuk return-nya juga naik. Itu kan terlalu risiko. Jadi yang ideal menurut saya tetap ada pemberi pinjaman institusi dan ritel," kata dia saat ditemui di acara peluncuran riset Studi Pasar dan Advokasi UMKM di Indonesia, Jumat (14/7/2023).

Baca juga: Fintech Lending Jangan Fokus pada Satu Sektor, Perlu Perluas Pasar

Namun begitu, ia bilang besarannya tidak harus sama persis atau 50:50, karena setiap fintech memiliki kecenderungan yang berbeda terkait hal ini. Beberapa fintech mungkin lebih nyaman dengan komposisi 60:40 dan sebagainya.

Eddi menjabarkan, sebanyak 102 fintech lending yang legal saat ini telah menggarap berbagai sektor yang berbeda baik konsumtif maupun produktif baik di Pulau Jawa atau di luar Jawa. Pihak dana ventura sendiri memandang positif hal tersebut.

Apalagi, belum lama ini terdapat fintech lending yang melakukan pencatatan saham perdana di bursa efek.

Baca juga: Pengamat Beberkan Risiko Jika Fintech Lending Pilih Tutup Kredit Macet dengan Peningkatan Omzet

Dilihat dari kacamata investor, pencatatan saham perdana adalah sebuah langkah agar fintech tidak tergantung pada investor institusi.

"Buat kami investor itu bagus, karena kami (dana ventura) tidak akan invest ke fintech lending selamanya. Pada saatnya harus exit, dengan IPO itu pertanda industri ini tidak hanya invesasi tetapi divestasi juga," imbuh dia.

Adapun, industri fitech lending sedang menghadapi tren pertumbuhan kredit macet yang tercermin dari besaran tingkat wan prestasi 90 hari (TWP90) sebesar 3,36 persen per Mei 2023. Angka tersebut tumbuh dibandingkan tingkat kredit macet pada April sebesar 2,82 persen.

Baca juga: Simak Skema Pendanaan di Fintech, Bisa Jadi Pertimbangan bagi Pejuang UMKM

Eddi menuturkan, pihak dana ventura sebagai investor pada dasarnya melihat industri fintech lending masih menunjukkan pertumbuhan. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat penyaluran pinjaman dan jumlah lender yang tumbuh.

"Kita harus lihat ekosistem secara keseluruhan, jangan dilihat satu satu per perusahaan. Apaakah NPL (non performing loan) sehat, penyaluran pembiayaan tumbuh, jumlah borrower meningkat. Kalau itu tumbuh, masih sehat," tandas dia.

Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, jumlah besaran pembiayaan yang disalurkan industri fintech lending tercatat sebesar Rp 51,46 triliun per Mei 2023. Jumlah tersebut tumbuh 28,11 persen secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Adapun besaran tingkat kredit macet yang sebesar 3,36 persen dinilai masih berada pada batas aman dari ambang batas yang ditentukan regulator sebesar 5 persen.

Baca juga: OJK Ungkap Penyebab Kredit Macet Fintech Lending iGrow

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com