Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menko Airlangga: Banyak Negara Tidak Suka dengan Hiliirisasi Indonesia

Kompas.com - 20/07/2023, 16:07 WIB
Rully R. Ramli,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah tengah fokus melakukan hilirisasi terhadap berbagai komoditas sumber daya alam (SDA). Namun dalam pelaksanaannya, upaya tersebut menghadapi tantangan dari pasar global.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, banyak negara tidak suka dengan upaya hilirisasi yang dilakukan pemerintah. Hal ini ditunjukan dengan penolakan hingga perumusan kebijakan diskriminatif terhadap komoditas Tanah Air.

"Tentu banyak negara tidak suka dengan kondisi (hilirisasi) seperti ini, beberapa negara menaikkan dinding mereka untuk barang-barang dari Indonesia," tutur dia, dalam Indonesia Data and Economic Conference Katadata 2023, di Jakarta, Kamis (20/7/2023).

Baca juga: Prabowo Janji Lanjutkan Program Jokowi soal Hilirisasi Nikel hingga Sawit

Penolakan hilirisasi utamanya disampaikan oleh Uni Eropa. Organisasi negara-negara Eropa itu pun membuat sejumlah kebijakan yang mendiskriminasi ekspor komoditas andalan Indonesia.

Salah satu kebijakan yang dinilai diskriminatif ialah Undang-Undang Bebas Deforestasi Uni Eropa atau EUDR. Lewat ketentuan tersebut, setiap eksportir wajib menyerahkan dokumen uji tuntas dan verifikasi serta menjamin produknya tidak berasal dari kawasan hasil deforistasi.

Apabila ketentuan itu dilanggar, eksportir akan dikenai denda hingga 4 persen dari pendapatan yang diperoleh Uni Eropa. Adapun produk ekspor yang tercantum dalam ketentuan itu ialah kopi, kedelai, kakao, karet, kertas, hingga kayu.

"Yang pada ujungnya adalah produk kita tidak kompetitif," katanya.

Menurut Airlangga, ketentuan tersebut menjadi tidak adil bagi negara eksportir komoditas seperti Indonesia. Sebab, selain adanya denda, pelaksanaan ekspor juga harus melewati verifikasi yang akan memakan biaya lebih.

"Tentu biaya verifikasi akan menjadi sangat mahal dan bukan dibebankan ke konsumer mereka, tapi kepada kita, yang notabene tentu akan mengganggu 17 juta petani kita," tutur Airlangga.

Oleh karenanya, Indonesia bersama dengan Malaysia, sebagai salah satu produsen minyak kelapa sawit besar lainnya, menentang kebijakan EUDR. Airlangga menyebutkan, pemerintah dengan Malaysia telah membentuk joint task force bersama Uni Eropa untuk menyelesaikan permasalahan itu.

"Sehingga kita benar-benar men-flag isu ini secara keras, dan Uni Eropa sudah setuju membuat task force," ucap Airlangga.

Baca juga: Ambiguitas Uni Eropa di Antara Sawit dan Nikel

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com