Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Update Rencana LRT Bali, Kemungkinan Dibangun di Bawah Tanah, Biaya Bisa Bengkak 3 Kali Lipat

Kompas.com - 26/09/2023, 15:00 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan rencana pembangunan LRT Bali kemungkinan dilakukan di dalam tanah.

Pasalnya, terdapat beberapa aturan pembangunan di Bali yang tidak bisa dilanggar.

Hal ini diungkapkan Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas Ervan Maksum dalam Strategi Green Financing Sektor Transportasi untuk Daya Saing Perkeretaapian Berkeadilan yang disiarkan secara daring.

"Kita lihat, di Bali itu ada masalah besar, dimana bangunan itu tidak boleh lebih tinggi daripada pohon kelapa, enggak boleh ke atas. Dan kalau mau pelebaran jalan di sana banyak pura. Bagaimana? Harus ke bawah satu-satunya cara," ujar Ervan dikutip dari YouTube Pustralugm, Selasa (26/9/2023).

Baca juga: Menengok Rencana Pembangunan LRT Bali, Sudah Sampai Mana?

Sementara menurut Ervan, jika pembangunan LRT Bali dilakukan melalui bawah tanah dapat menyebabkan pembengkakan biaya dibandingkan dibangun di atas tanah.

Padahal pembangunan LRT Bali hanya sepanjang 5,3 kilometer yang menghubungkan Bandara Ngurah Rai dengan Extended Terminal dan area parkir di Kuta Central Park.

Adapun saat ini perkiraan kebutuhan investasi pembangunan LRT Bali sebesar 596,28 juta dollar AS setara Rp 9,17 triliun.

"Ke bawah itu bisa tiga kali harga daripada kalau (dibangun) di atas," kata Ervan.

Baca juga: Perbedaan LRT Jabodebek, LRT Jakarta, dan LRT Palembang

Sementara itu, pembangunan LRT Bali juga tidak bisa hanya mengandalkan anggaran dari Pemerintah Daerah Bali, yang menurut Ervan anggaran fiskalnya hanya Rp 3,5 triliun.

Oleh karenanya, dia menyebut pembiayaan pembangunan LRT bali ini tidak bisa hanya berasal dari satu sumber saja tetapi juga harus menggandeng pihak-pihak lainnya dan skema pembiayaan yang kreatif.

"Bagaimana untuk membangun kereta ini? Apakah dari pusat? Apakah dari loan? Tapi kalau loan itu dibebankan yang pertama kalau executive agencynya dari pusat nanti memakan pagunya dari Kemenhub, kalau dari Pemda itu Pemda enggak punya uang untuk bayarkan ini. Nah kita harus cari creative financing," ucapnya.

Baca juga: Tarif Promo LRT Jabodebek Rp 5.000 Bakal Berakhir, Operator Yakin Penumpang Tetap Ramai

Dia menjelaskan, model skema pendanaan LRT Bali dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti memanfaatkan pinjaman lunak kepada Pemda serta Pemda membentuk Special Purpose Vehicle (SPV) dimana PT Angkasa Pura I dan BUMD sebagai implementing agency.

Kemudian cara lainnya dengan membuat regulasi Passenger Service Charge (PSC) penumpang pesawat untuk pembiayaan LRT Bali serta mengoptimalkan pendapatan PSC dari Bandara Ngurah Rai dan transit oriented development (TOD) Kuta melalui biaya sewa, parkir, dan iklan untuk pengembalian pinjaman.

"Sebetulnya kita punya potensi besar yang namanya tourism, tourism itu sehari datangnya 58.000 orang. Saya diskusi dengan pak menhub bagaimana kita aplikasikan Passenger Service Charge (PSC) ini," tuturnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com