Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahlil Sebut Banyak Pihak yang Ragukan Investasi China Rp 175 Triliun di Pulau Rempang

Kompas.com - 02/10/2023, 17:10 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia menyebut banyak pihak yang meragukan realisasi investasi senilai 11,6 miliar dollar AS atau setara Rp 175 triliun di kawasan Pulau Rempang, Batam.

Investasi itu berasal dari perusahaan China, Xinyi Group yang akan mencakup 10 proyek dan dibangun secara bertahap.

"Banyak sekali di sosmed (sosial media) yang beredar, tidak tahu sumbernya dari mana. Kadang-kadang rakyat kita lebih percaya sosmed daripada berita yang benar, khususnya beberapa narasi meragukan kemampuan perusahaan membangun senilai 11,6 miliar dollar AS," ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (2/10/2023).

Bahlil menjelaskan, dalam proyek Rempang Eco City, Xinyi akan berinvestasi dengan membangun kawasan industri yang terintegrasi, pabrik pemrosesan pasir silika, dan industri soda abu.

Baca juga: Soal Konflik di Rempang, Pemerintah Sebut Sempat Ada Miskomunikasi

Kemudian pembangunan industri kaca panel surya, industri kaca float, industri silikon industrial grade, industri polisilikon, industri pemprsosesan kristal, industri sel dan modul surya, serta infrastruktur pendukung lainnya,

"Jadi 11,6 miliar dollar AS bukan hanya bikin pabrik kaca, tapi ini bagian yang akan kita bangun, ini satu ekosistem yang besar. Perusahaannya bukan hanya Xinyi, tapi memang dia (Xinyi) yang di depan, ada beberapa perusahaan yang lain," jelasnya.

"Ini penting saya luruskan, karena seolah-olah ada orang-orang yang bilang Menteri Investasi ini bodoh atau bohong," tambah Bahlil.

Investasi Xinyi yang mencapai Rp 174 triliun memang terbilang besar, yakni 50 persen dari total investasi di kawasan Rempang yang sebesar Rp 381 triliun. Dengan demikian, Xinyi akan menjadi anchor investor di proyek Rempang Eco City.

Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan, dari total luas kawasan Rempang yang sebesar 17.600 hektar, hanya seluas 8.142 hektar yang dikembangkan BP Batam untuk proyek Rempang Eco City.

Terdiri dari 570 hektar merupakan area penggunaan lain (APL), 7.572 hektar yang merupakan lahan hutan produksi dikonversi (HPK), sedangkan sisanya merupakan hutan lindung.

"Dari 7.000 hektar lebih itu (yang HPK), yang kita pakai tahap pertama adalah 2.300 hektar. Jadi kita tidak pakai 8.000 hektar," kata dia.

Baca juga: Pemerintah Batalkan Pemindahan Warga Rempang ke Pulau Galang, Bahlil: Kita Geser ke Tanjung Banun

Adapun untuk mulai menggarap proyek Rempang Eco City oleh BP Batam dan investor, maka diperlukan pelepasan status lahan dari kawasan hutan dengan diterbitkannya Hak Pengelolaan (HPL) oleh Kementerian ATR/BPN.

Proses pelepasan kawasan hutan dan penerbitan sertifikat HPL ini membutuhkan status lahan clean & clear, yaitu bebas dari pengusaan masyarakat dan/atau bangunan milik pemerintah. Oleh sebab itu, itu diperlukan pemindahan warga dari kawasan tersebut.

Namun, terjadi penolakan dari pihak warga Rempang saat akan dilakukan pengukuran untuk mematok batas lahan yang akan digunakan untuk proyek Rempang Eco City. Lantaran warga Rempang menolak untuk direlokasi.

"Temuan di lapangan, kami akui bahwa memang dalam proses komunikasi awal terjadi miskom (sehingga terjadi konflik). Jujur lah kita, kita harus berani, berjiwa besar untuk mengatakan ada kekeliruan," kata Bahlil.

Baca juga: Warga Rempang yang Tergusur Bakal Dapat Tanah Bersertifikat

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com