Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI Butuh Banyak Talenta Digital untuk Data Center, Ini Upaya yang Bisa Dilakukan

Kompas.com - 02/10/2023, 19:22 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia masih butuh banyak talenta digital, terutama untuk data center. Hal ini seiring dengan meningkatnya permintaan data center secara eksponensial, sebagai tulang punggung teknologi modern, mendukung terlaksananya edge computing hingga artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.

Saat ini, kebutuhan talenta di bidang Teknologi Informasi Komputer/TIK nasional mencapai sekitar 9 juta orang dalam waktu 15 tahun sejak 2020 hingga 2035 atau sekitar 600.000 talenta per tahun.

Jika industri data center membutuhkan 1 persen saja per bulan, berarti dibutuhkan 500 talenta yang bersertifikasi. Sedangkan hal ini masih belum dapat dipenuhi oleh suplai tenaga kerja yang ada di pasaran (Indonesian Data Center Provider Organization/IDPRO).

Baca juga: Indonesia Butuh 9 Juta Talenta Digital, tapi Baru Mampu Ciptakan 30.000 Per Tahun

Sementara itu, data center nasional terus mengalami peningkatan permintaan volume dan kualitas layanan dari pelanggan seiring dengan tumbuhnya penggunaan teknologi digital, dukungan pemerintah, dan kemudahan akses infrastruktur telekomunikasi, termasuk meningkatnya kebutuhan untuk smart industry dan smart building dengan kendali jarak jauh berbasis internet.

Volume diharapkan tumbuh dari 2,06 miliar dollar AS pada tahun 2023 menjadi 3,98 miliar dollar AS pada tahun 2028, dengan pertumbuhan tahunan rata-rata (CAGR) sebesar 14,09 persen selama periode perkiraan 2023-2028.

Baca juga: Talenta Digital Data Center RI Masih Minim, Padahal Potensi Industrinya Besar

Kesenjangan talenta data center

Laporan dari Uptime Institute mengindikasikan bahwa pada tahun 2025, setidaknya dibutuhkan 2,3 juta staf untuk menjalankan dan mengelola data center secara global, dengan permintaan yang sebagian besar berasal dari perusahaan raksasa internet dan penyedia layanan colocation di Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika.

Untuk itu, Schneider Electric juga secara aktif melakukan kerja sama lintas sektor, termasuk dengan pemerintah, swasta, asosiasi, individu, dan media untuk menawarkan berbagai solusi yang dapat membantu mengatasi kekurangan talenta data center.

Saat ini, ekosistem industri data center di Indonesia telah melakukan berbagai kerjasama dalam hal rekrutmen, pelatihan, dan promosi kesempatan bekerja yang luas bagi para talenta data center yang terampil dan bersertifikasi dengan cara yang modern dan pendekatan yang inovatif.

Menurut Schneider Electric, kekurangan talenta data center merupakan masalah yang serius, namun bukan berarti tidak dapat diatasi. Dengan mengambil langkah-langkah untuk menciptakan talenta yang lebih beragam dan inklusif, industri ini akan tumbuh subur, berkembang, dan memenuhi potensi digitalisasi.

Baca juga: Program Digital Talent BUMN Targetkan Cetak 200.000 Talenta Digital pada 2024

 

Untuk menjembatani kesenjangan talenta data center di Indonesia, perlu dilakukan beberapa langkah berikut ini.

1. Merangkul gig economy untuk memenuhi kebutuhan talenta teknologi

Gig economy, yang ditandai dengan kontrak jangka pendek atau pekerjaan lepas, saat ini dengan cepat mendapatkan popularitas dan menjadi lebih umum di seluruh dunia.

Di Indonesia, berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), pekerja lepas telah mencapai 46,47 juta orang atau sekitar 32 persen dari total angkatan kerja yang mencapai 146,62 juta jiwa pada Februari 2023.

Sementara itu menurut Google, khusus untuk ekonomi digital Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar 146 miliar dollar AS pada tahun 2025 yang juga membuka peluang baru untuk gig economy.

Perusahaan data center memiliki kesempatan untuk memanfaatkan kumpulan pekerja lepas yang terus bertambah untuk mengakses berbagai talenta profesional yang mudah beradaptasi dan dengan cepat menjalankan proyek tanpa perlu prosedur perekrutan yang memakan waktu.

Selain itu, pekerja lepas dapat dibawa ke dalam tim dalam jangka pendek untuk menangani tugas-tugas non-inti atau mengelola lonjakan permintaan. Fleksibilitas ini memungkinkan perusahaan untuk tetap lincah dan tanggap terhadap perubahan kebutuhan bisnis sekaligus membantu mengendalikan biaya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com