Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal "Coal Phase Down", Skema dalam Pensiun Dini PLTU

Kompas.com - 19/10/2023, 20:05 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PT PLN (Persero) menggunakan pendekatan coal phase down dalam melakukan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbasis batu bara. Dengan skema ini, PLTU tidak dioperasikan namun tidak dibongkar.

Direktur Manajemen Resiko PLN Suroso Isnandar mengatakan, skema coal phase down ini diperlukan karena kondisi ekonomi Indonesia yang terus tumbuh, sehingga perlu adanya kepastian untuk menjamin tersedianya energi listrik ketika permintaan melonjak.

"Coal phase down itu artinya PLTU tidak dioperasikan tapi belum dibongkar. Ini dipilih karena ekonomi kita masih tumbuh dan sangat membutuhnya security of supply dari energi listrik," ujarnya dalam konferensi pers Hari Listrik Nasional ke-78 Enlit Asia 2023 di Jakarta, Kamis (19/10/2023).

Baca juga: Transisi Energi Sangat Kompleks, Butuh Percepatan Pensiun PLTU hingga Integrasi Jaringan EBT

Dia mencontohkan, seperti yang terjadi di kawasan Eropa. Ketika upaya transisi energi dilakukan dengan tidak mengaktifkan PLTU batu bara, namun kondisi geopolitik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina telah membuat suplai gas dari Rusia ke Eropa menjadi terganggu.

Alhasil, pemerintah negara-negara di kawasan Eropa yang bergantung pada gas Rusia, kembali mengoperasikan PLTU-nya untuk mencukupi kebutuhan energi di negaranya.

"Jadi kita pun strateginya adalah coal phase down, tidak kita operasikan tapi tidak kita bongkar sama sekali," katanya.

Baca juga: Menteri ESDM Sebut Pensiun Dini PLTU Perlu Restu dari Sri Mulyani dan Erick Thohir

Menurut Suroso, pendekatan ini sudah mulai diterapkan di Indonesia yakni pada PLTU Suralaya I, II, III, dan IV yang berlokasi di Cilegon, Banten. PLTU yang sudah beroperasi sejak akhir tahun 1980-an  ini dikelola oleh PT Indonesia Power, anak usaha PLN.

Adapun masing-masing unit PLTU itu memiliki daya 400 megawatt (MW). Maka total kapasitas PLTU Suralaya yang dilakukan penghentian operasi sebanyak 1.600 MW.

Ia menambahkan, PLTU yang dilakukan penghentian operasi dengan skema coal phase down, strukturnya akan dibongkar jika memang sudah memasuki masa usia pensiun yang sebenarnya.

"Itu mulai di-scrap (bongkar) kalau memang mencapai usia pensiunannya. Karena PLTU itu kan ada yang tahun ini sudah waktunya pensiun, itu pensiun secara natural yang memang sudah waktunya dimatikan," kata Suroso.

Baca juga: PLTU Jawa 9 dan 10 Jadi Pembangkit Hybrid Pertama di RI

Adapun pensiun dini PLTU baru bara merupakan salah satu upaya PLN mendorong transisi ke energi bersih guna mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060.

Upaya lain yang dilakukan yakni mengeluarkan 13 gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga batu bara dari rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) dan membatalkan kontrak 1,3 gigawatt (GW) PLTU batu bara.

Dengan mengeluarkan 13 GW PLTU dari RUPTL maka mengurangi emisi gas rumah kaca senilai 1,8 miliar ton CO2 selama 25 tahun. Sedangkan penghentian kontrak 1,3 gigawatt PLTU telah mengurangi emisi gas rumah kaca lebih dari 150 juta ton CO2 selama 25 tahun.

"Ini menunjukkan ke depan kita akan membangun pembangkit dengan porsi 75 persen berbasis energi baru terbarukan," ucapnya.

Baca juga: OJK Sebut 99 PLTU Batu Bara Berpotensi Masuk Bursa Karbon Tahun Ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com