Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
A.M. Farul Baqi
Trade Advisor Business France, France Embassy Indonesia

Alumni Magister Hubungan Internasional Universitas Indonesia

Negerinya Para Medioker

Kompas.com - 17/11/2023, 13:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA yang menarik dari fakta komposisi hirarkis demografi sosio-ekonomi penduduk Indonesia. Fakta itu menunjukkan bahwa satu dari lima orang Indonesia masuk dalam kategori kelas menengah.

Berdasarkan estimasi World Bank, jumlah kelas menengah telah mencapai 53,6 juta (20,05 persen penduduk).

Sementara itu, kelompok menuju kelas menengah yang menjauh dari kemiskinan diperkirakan sejumlah 114,7 juta (44 persen). Kelompok ini menjadi penyumbang dominan komposisi penduduk di Indonesia.

Angka akselerasi pertumbuhan kelas menengah tentu bagus secara ekonomi. Bisa menjadi motor pertumbuhan, penggerak roda perekonomian, sekaligus penyerap hasil konsumsi.

Meskipun demikian, kelompok kelas menengah, menuju menengah, serta kelompok rentan seringkali terabaikan secara sosial, ekonomi, maupun politik. Sehingga menutup akses dan membelenggu kapabilitas mereka dalam mencapai kesejahteraan.

Ketiga kelompok ini terhimpit oleh kelompok miskin dan kelompok kelas atas. Menjadi medioker tentu terombang-ambing. Mau naik ke atas tidak ada ranting untuk dipanjat. Mau ke bawah tidak ada rumput untuk berpijak.

Berbeda dengan posisi kelas atas yang mendapatkan keringanan fiskal dan kelas bawah yang memperoleh uluran bantuan. Kelas medioker justru harus berjuang sendiri untuk mendapatkan akses dan meningkatkan kapabilitas.

Dengan semakin besarnya kontribusi, peran, dan signifikansi kelas medioker di Indonesia, seharusnya pemerintah kini dan mendatang memperhatikan dan menerapkan kebijakan akseleratif untuk melindungi kelas medioker jatuh ke lubang kemiskinan sekaligus membantu mereka merangkak naik kelas.

Tanpa sentuhan dan dorongan, niscaya sulit bagi kelas medioker untuk bertahan sekaligus melompat.

Selama ini tidak ada program khusus yang menyasar kelas menengah. Lebih banyak program atau kebijakan yang secara langsung menyasar kelas atas dan bawah.

Program tax holiday, amnesty, dan relaksasi pajak pastinya menyasar kalangan atas. Sementara pemberian bantuan langsung tunai, bantuan sosial, maupun keluarga harapan membidik kalangan bawah.

Aspirasi ekonomi

Mengakui eksistensi dan kontribusi kelas menengah perlu, namun tidak cukup untuk menahan dan mengangkat derajat kelas menengah. Pemerintah perlu memahami aspirasi ekonomi dan politik kelas menengah untuk diejawantahkan pada kebijakan.

Problem utama ekonomi yang dihadapi oleh kelas menengah adalah keterjangkauan. Keterjangkauan kebutuhan primer berupa sandang, pangan, dan papan mutlak dibutuhkan.

Keterjangkauan berhubungan dengan kapasitas daya beli. Kapasitas daya beli kelas menengah perlu didongkrak dan dijaga lewat berbagai kebijakan dan program ekonomi. Mulai subsidi, bebas pajak pendapatan, hingga akses pada konektivitas untuk menunjang mobilitas.

Selain itu, pemerintah perlu memperkuat dan melindungi hak pekerja lewat kebijakan pasar kerja yang inklusif. Mengingat bahwa konotasi kelas menengah bukan sekadar masalah pendapatan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com