Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduk Perkara Lengkap "Tarik Ulur" Utang Minyak Goreng Senilai Rp 344 Miliar, Aprindo Vs Kemendag

Kompas.com - 19/11/2023, 19:00 WIB
Elsa Catriana,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hampir memasuki 2 tahun, utang Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) senilai Rp 344 miliar tak kunjung juga dibayarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Karena itu, Aprindo sepakat untuk melaporkan Kemendag ke Mabes Polri lantaran hak Aprindo tak juga diberikan atas pembayaran selisih minyak goreng (rafaksi) itu.

Namun sebenarnya bagaimana duduk perkaranya?

Baca juga: Buntut Utang Rafaksi, Aprindo dan 5 Produsen Minyak Goreng Ancam Laporkan Kemendag ke Mabes Polri

 

Duduk perkara utang minyak goreng

Adapun utang rafaksi tersebut sudah berangsur sejak setahun lebih yang mana pada saat itu Kementerian Perdagangan dipimpin oleh Muhammad Lutfi.

Sumber utang itu pun dimulai ketika awal Januari 2022 silam saat harga minyak goreng melambung tinggi hingga stoknya terbatas.

Pemerintah pun dalam hal ini adalah Kemendag melakukan berbagai upaya untuk meredam harga tersebut yang salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada tanggal 19 Januari.

Permendag itu menghendaki adanya pemenuhan kebutuhan minyak goreng dengan satu harga. Ketika itu ada juga kebijakan yang ditetapkan yakni Harga Acuan Keekonomian (HAK) dan Harga Eceren Tertinggi (HET). Pada saat itu HAK minyak goreng Rp 17.260 per liter dan HET Rp 14.000 per liter.

Baca juga: Ini Alasan BPDPKS Belum Bayarkan Utang Minyak Goreng ke Pengusaha

Akhirnya Aprindo melalui anggota-anggotanya memerintahkan untuk menjual minyak goreng satu harga yakni Rp14.000 sesuai Permedag itu. Berapapun harganya yang mereka beli (dari produsen) tetap harus dijual Rp 14.000 per liter sesuai HET.

Singkatnya, pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah kepada pelaku usaha itu berdasarkan selisih antara harga Rp 17.260 per liter dengan Rp 14.000.

Adapun berdasarkan catatan Kompas.com, pasal 7 aturan itu menyatakan, pelaku usaha (produsen minyak goreng) akan mendapatkan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Dana itu dihitung dari selisih harga eceran tertinggi (HET) dan harga keekonomian yang ditawarkan pasar. Dalam Permendag tersebut, HET ditetapkan Rp 14.000 per liter.

Baca juga: Nasib Utang Rafaksi Minyak Goreng Tak Menentu, Pengusaha Ritel Sebut Pemerintah Belum Ada Langkah Nyata

 


Dengan adanya selisih tersebut artinya pemerintah mempunyai utang selisih pembayaran yang harus dibayarkan namun harus melalui proses verifikasi yang panjang sesuai dengan aturan.

Sayangnya pada saat itu, Kementerian Perdagangan mengalami keterlambatannya untuk menujuk verifikatornya sehingga adanya keterlambatan yang mengakibatkan verifikasinya berjalan cukup panjang melampaui waktunya.

Alih-alih ingin membayar, Kemendag malah mencabut Permendag Nomor 3 Tahun 2022 tersebut dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.

Baca juga: Utang Rafaksi Minyak Goreng ke Pengusaha Tak Kunjung Dibayar, Ini Kata Kemendag

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com