JAKARTA, KOMPAS.com - Platform kripto terbesar dunia, Binance beserta pendirinya Changpeng Zhao terjerat kasus pencucian uang. Kasus ini kemudian menjadi sorotan para pelaku di industri kripto.
Sebagai informasi, Zhao beberapa waktu lalu mengaku bersalah atas tuntutan Departemen Kehakiman (US Department of Justice/DOJ) Amerika Serikat terkait pelanggaran undang-undang pencucian uang.
Atas tuntutan tersebut, pria yang akrab dipanggil CZ itu harus membayar denda 50 juta dollar AS atau setara sekitar Rp 781,6 miliar kepada DOJ dan mengundurkan diri sebagai CEO Binance.
Baca juga: CEO Binance Terjerat Kasus Pencucian Uang, Ini Respons Pelaku Kripto RI
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) - Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) Robby mengatakan, kasus itu akan mempengaruhi optimisme investor global terhadap aset kripto.
Pasalnya, kasus pencucian uang memunculkan sentimen negatif terhadap berbagai platform kripto.
Oleh karenanya, Robby meminta kepada investor untuk lebih berhati-hati dalam memilih platform kripto. Ia mengimbau kepada masyarakat untuk menggunakan platform kripto yang sudah terdaftar di regulator, dalam hal ini Bappebti.
Baca juga: Singapura Perketat Aturan Jual-Beli Kripto untuk Pelanggan Ritel
"Berita ini dapat berpotensi mempengaruhi optimisme investor global terhadap aset kripto. Harapannya, masyarakat bisa mengambil pelajaran dari berita tersebut," kata dia, dalam keterangannya, Sabtu (25/11/2023).
Lebih lanjut Robby menilai, pemerintah melalui Bappebti telah mengatur dengan baik operasional platform kripto dalam negeri.