Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andrean Rifaldo
Praktisi Perpajakan

Praktisi perpajakan. Tulisan yang disampaikan merupakan pendapat pribadi dan bukan merupakan cerminan instansi.

Skema Baru Pajak Penghasilan Karyawan

Kompas.com - 08/01/2024, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA 27 Desember lalu, Presiden Joko Widodo secara resmi menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023. Beleid tersebut mengubah skema perhitungan pajak atas penghasilan karyawan, yang dikenal sebagai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.

Keputusan tersebut mulai berlaku efektif pada Januari ini, membawa perubahan yang akan memengaruhi besaran pajak yang dipotong dari penghasilan karyawan setiap bulannya.

Dalam ketentuan sebelumnya, potongan PPh Pasal 21 dihitung berdasarkan penghasilan setahun karyawan dikurangi biaya-biaya tertentu yang ditanggung, seperti biaya jabatan, pensiun, dan iuran BPJS.

Penghasilan neto ini kemudian dikurangi dengan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan dikenakan pajak sesuai tarif berjenjang dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Skema lama tersebut menimbulkan kerumitan tersendiri bagi pemberi kerja dalam menghitung besaran pajak yang sesuai.

Perbedaan dalam menafsirkan jenis biaya dan tarif pajak yang sesuai ketentuan berisiko menghasilkan potongan pajak yang lebih rendah atau lebih besar dari yang seharusnya.

Kehadiran PP No. 58 Tahun 2023 menjadi langkah mengatasi tantangan tersebut dengan memperkenalkan skema tarif efektif.

Dalam skema baru ini, penghitungan PPh Pasal 21 bulanan menjadi lebih sederhana, hanya dengan mengalikan langsung penghasilan sebulan karyawan dengan tarif pajak yang sesuai.

Namun, perlu ditekankan bahwa penerapan skema baru ini tidak akan menimbulkan beban pajak tambahan bagi karyawan.

Hal ini karena skema tarif efektif hanya berlaku pada bulan-bulan selain bulan terakhir tahun berjalan atau bulan terakhir karyawan bekerja apabila berhenti sebelum akhir tahun.

Penghitungan PPh Pasal 21 pada bulan terakhir tersebut tetap menggunakan skema progresif seperti ketentuan semula untuk menentukan sisa pajak tahunan yang harus dibayar.

Oleh karena itu, besar potongan pajak yang dilaporkan karyawan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan akan tetap sama jumlahnya dalam skema lama maupun baru.

Dalam skema terbaru ini, tarif pajak efektif dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan status perkawinan dan jumlah tanggungan karyawan. Masing-masing kategori memiliki perbedaan batas minimal penghasilan yang tidak dikenai pajak.

Kategori A diperuntukkan bagi yang belum menikah dengan maksimal 1 orang tanggungan (TK/0 dan TK/1), atau menikah namun tanpa tanggungan (K/0). Karyawan dalam kategori ini tidak dipotong pajak jika penghasilan bulanannya tidak melebihi Rp 5,4 juta.

Selanjutnya, kategori B ditujukan bagi yang belum menikah, tetapi memiliki 2-3 orang tanggungan (TK/2 dan TK/3), atau menikah dan memiliki 1-2 orang tanggungan (K/1 dan K/2). Batas penghasilan bulanan yang tidak dikenai pajak dalam kategori ini lebih besar, yaitu Rp 6,2 juta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com