ADU head to head kereta api, kecelakaan yang lebih disebabkan ketidaktaatan akan prosedur pengoperasian yang dibuat ganda dan saling mengisi, berlapis-lapis.
Prosedur yang selalu punya cadangan jika prosedur pertama terlewatkan atau tidak berfungsi, demi keselamatan.
Layanan penerbangan dan perkeretaapian menggunakan prosedur berlapis untuk menjamin berjalannya layanan dan meminimalkan kecelakaan.
Tanpa prosedur demikian, kecelakaan akan terjadi begitu saja, seperti kecelakaan kendaraan di jalan tol, yang hanya mengandalkan kehati-hatian pengemudi.
Studi menyebutkan, 80 persen kecelakaan kereta api akibat kesalahan manusia, human error. Sisanya akibat kesalahan mekanik atau kendala alam.
Tidak ada faktor alam saat tabrakan KA Turangga (Surabaya Gubeng – Bandung/KA No 65A) dengan KA Lokal Bandung Raya (KA no 350) pada Jumat 5 Januari lalu.
Area pesawahan yang datar dan luas dengan sedikit rerimbunan pohon pisang dan beberapa rumah setelah tikungan kecil. Jarak pandang masinis kedua KA baik karena baru jam 06.03, cuaca cerah.
Beda dengan peristiwa Bintaro pada Oktober 1987, masinis kedua kereta api tidak bisa melihat ke depan selain karena tikungan dengan perumahan padat di sisinya, lokomotif dipenuhi penumpang gelap.
Sejarah hitam ini menelan korban 139 tewas, 72 orang di antaranya tewas di tempat dan 254 luka berat, dari sejumlah 3.500-an penumpang kedua kereta.
Peristiwa di jalur tunggal antara stasiun Cicalengka dan Haurpugur pada Jumat itu, menelan 5 korban tewas termasuk masinis dan asisten masinis. Penumpang Turangga 287 dan di KA 350 ada 119 orang.
Beda dengan pesawat yang tingkat kerentanannya kira-kira sama dengan angkutan kereta api, fungsi masinis bukanlah sopir ataupun pilot yang boleh mengendalikan alat angkutnya.
Masinis tidak mungkin menghentikan atau memberangkatkan kereta api kapan saja, mustahil membelokkannya untuk menghindari kecelakaan.
Perjalanan KA diatur ketat Gapeka, grafik perjalanan kereta api untuk keberangkatan dan tiba KA di stasiun mana. Gapeka menetapkan tempat dan waktu bersilang (bertemu lalu bergantian pakai rel jalur tunggal yang sama), atau harus berhenti di stasiun apa untuk disusul KA lain.
Jika terjadi kelambatan atau hambatan di perjalanan, prosedur tadi diatur ulang dan diumumkan Pengendali Perjalanan Kereta Api Terpusat (PPKP). Komunikasi antara PPKP dengan semua stasiun dilakukan melalui radio yang juga didengar masinis di lokomotif.
Pada prinsipnya, di satu petak jalan (misalnya antara dua stasiun), tidak boleh ada dua KA dioperasikan, kecuali untuk jalur ganda (double track).