Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Munir Sara
Tenaga Ahli Anggota DPR RI

Menyelesaiakan Pendidikan S2 dengan konsentrasi kebijakan publik dan saat ini bekerja sebagai tenaga Ahli Anggota DPR RI Komisi XI

Polemik Bansos di Tahun Politik

Kompas.com - 08/02/2024, 11:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DARI tahun 2020-2023, dalam politik fiskal, pemerintah menerapkan suatu kebijakan anggaran bernama “automatic adjustment.”

Suatu sistem penganggaran, yang sistemnya secara otomatis menyisir belanja Kementerian/Lembaga untuk dilakukan pemblokiran sebesar 5 persen dari pagu belanja K/L.

Tujuannya untuk efisiensi, mitigasi kondisi darurat dan ketidakpastian ekonomi global, sebagai suatu kebijakan kontinjensi.

Pada saat pandemi Covid-19, kebijakan ini dapat dipahami sebagai bentuk politik fiskal dalam menghadapi kondisi darurat melalui refocusing dan realokasi anggaran belanja (K/L).

Misalnya, dengan adanya pembatasan mobilitas masyarakat, maka income masyarakat hilang dan daya beli terpuruk. Untuk mengatasi situasi ini, APBN melalui politik fiskalnya mengintervensi, sebagai bentuk kehadiran negara saat ekonomi memburuk.

Teori ini pertama kali diperkenalkan John Maynard Keynes pada 1936. Keynes mengusulkan, agar pemerintah perlu meningkatkan belanja publik dan mengurangi pajak saat terjadi resesi, dan sebaliknya saat terjadi inflasi.

Tujuannya untuk menstabilkan permintaan agregat dan output ekonomi. Kebijakan ini lebih dikenal sebagai counter cyclical policy, pemerintah mengambil posisi berlawanan arah dengan siklus bisnis.

Saat pandemi Covid-19, belanja publik untuk bantalan sosial bagi kelompok rentan terdampak pandemi dipertebal. Tujuannya sebagaimana yang disampaikan Keynes; untuk menstabilkan permintaan agregat dan output ekonomi.

Oleh sebab itu, dengan automatic adjustment, besaran anggaran Bansos meningkat dari tahun 2019-2020.

Pada 2019, alokasi APBN untuk Perlinsos/Bansos sebesar Rp 308,4 triliun, tahun 2020 sebesar Rp 498 triliun, 2021 Rp 468,2 triliun, 2022 Rp 460,6 triliun, 2023 Rp 439,1 triliun, dan 2024 Rp 493,5 triliun. Anggaran perlinsos 2024 meningkat 6 persen dibanding saat puncak Covid-19 (2021).

Untuk Bansos 2024, dalam Nota Keuangan pemerintah dijelaskan bahwa sebagian besar anggaran perlinsos tahun 2024 dialokasikan melalui Belanja Pemerintah Pusat (BPP) yang terdiri dari belanja K/L dan Non-K/L.

Anggaran perlinsos melalui K/L direncanakan sebesar Rp 156.071,3 miliar yang dialokasikan pada beberapa sumber:

Pertama, Kementerian Sosial antara lain untuk penyaluran bantuan tunai bersyarat melalui PKH bagi 10 juta KPM, bansos pangan sembako bagi 18,8 juta KPM, pelaksanaan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) anak sebanyak 38.400 orang, ATENSI lansia sebanyak 32.600 orang, ATENSI penyandang disabilitas sebanyak 53.800 orang, dan ATENSI korban penyalahgunaan NAPZA dan ODHIV sebanyak 14.700 orang;

Kedua, Kementerian Kesehatan untuk penyaluran bantuan iuran program JKN bagi 96,8 juta peserta PBI dan 49,6 juta peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) Kelas III.

Ketiga, Kemendikbud Ristek dan Kemenag untuk pelaksanaan PIP bagi 20,8 juta siswa dan Program KIP Kuliah bagi 1,0 juta mahasiswa.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com