Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

Teknologi Kereta Api, Ubah Perilaku Masyarakat

Kompas.com - 12/02/2024, 13:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TEKNOLOGI perkeretaapian Indonesia berkembang sejak dua dekade lalu, kecuali persinyalan yang sebagian masih menggunakan sistem mekanik warisan dua abad lalu.

Contoh akibat buruknya terjadi pada kecelakaan Cicalengka beberapa waktu lalu, sementara di banyak jaringan KA sudah menggunakan sistem persinyalan elektrik yang lebih maju sedikit, pada jalur ganda.

Di saat sama perubahan terjadi menyangkut perilaku penumpang KA dengan tumbuhnya dislipin mereka, baik di stasiun maupun di dalam kereta.

Penerapan standar pelayanan minimum (SPM) dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) mempercepat transformasi perilaku penumpang.

Dari pantauan di stasiun-stasiun sekitaran Jabodetabek, arus penumpang masuk-keluar stasiun atau kereta tidak lagi semrawut seperti yang hingga kini terjadi di terminal-terminal bus.

Tertib, tanpa serobotan dan nyaris tidak ada penumpang tanpa tiket di stasiun dan kereta, diawali kewajiban tap kartu elektronik.

Kereta dan stasiun bersih, di mana-mana ada petugas yang siap membantu, kamar kecil kering dan wangi, kios-kios aneka jualan tampil kecil, sempit namun memadai. Tak ada yang merokok atau membuang sampah sembarangan, karena petugas selalu siap menegur dengan sopan.

Petugas lapangan yang dibayar cukup, standar upah minimum plus-plus, mampu membuat suasana stasiun dan kereta mirip di mal yang pengunjungnya golongan menengah-atas.

Padahal penumpang KRL (kereta rel listrik) yang dikelola PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), misalnya, adalah golongan menengah ke paling bawah.

Jarang terlihat orang berlari tergesa-gesa, tak ada penyerobot antrean. Orang mulai merencanakan perjalanan, kapan masuk stasiun untuk naik KA ke tujuan karena jadwalnya jelas dan tepat waktu.

Mushalla tersedia di tiap tempat, selalu penuh usai adzan atau saat-saat umat melaksanakan shalat sunnah.

Sepuluh tahun terakhir, DJKA melakukan revitalisasi 110 stasiun, tidak hanya di Jabodetabek. Untuk diketahui, pembangunan jalan rel dan stasiun menjadi tugas DJKA, penggunanya ada 9 operator, antara lain PT KAI dan PT KCI, MRT, ada juga PT KCIC (KA Cepat Indonesia – China) yang mengelola KA Super Cepat Whoosh.

Flash butt

Teknologi maju perkeretaapian dimulai dengan modernisasi cara penyambungan rel yang berefek pada peningkatan kecepatan kereta api (KA). Rel yang mulus membuat kereta bisa melaju cepat lebih dari 350 km/jam, rel yang buruk menahan lajunya.

Penggunaan rel mulus belum diterapkan di jalur-jalur KA milik PT KAI (Kereta Api Indonesia) di Jawa dan Sumatera.

Selain digunakan KA cepat Whoosh Jakarta – Bandung sepanjang 144 km, baru sebagian jalur KA antara Makassar – Parepare sepanjang 100 km dan LRT (lite rail transit) Jadebek sepanjang 60 km yang memakai rel mulus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com