JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di Indonesia baru mencapai 140 megawatt (MW) hingga Desember 2023.
Realisasi ini masih sangat jauh dari target pemanfaatan PLTS Atap sebesar 3,6 gigawatt (GW) pada 2025.
Plt Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Jisman Parada Hutajulu mengatakan, untuk itu perlu dilakukan percepatan pengembangan PLTS Atap agar target pada 2025 dapat terealisasi.
"Capaian pengembangan PLTS Atap hingga Desember 2023 baru mencapai 140 MW sehingga perlu dilakukan percepatan pengembangan PLTS Atap. Pemerintah memandang implementasi regulasi PLTS Atap belum mencapai potensi optimalnya. Kami yakin, tantangan ini dapat diatasi dengan kerja keras, inovasi, dan kolaborasi seluruh stakeholders," ujarnya di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (5/3/2024).
Guna meningkatkan implementasi PLTS Atap di Indonesia, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Pemegang Ijin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) sebagai revisi terhadap Permen ESDM Nomor 26 tahun 2021.
"Permen ini mengatur instalasi PLTS Atap baik untuk PLN, maupun Wilus non-PLN," kata Jisman.
Dia memperkirakan, program PLTS Atap dapat mendorong produksi modul surya dalam negeri.
Baca juga: Revisi Permen PLTS Atap Diprotes Pengusaha, Pengamat: Mereka Mementingkan Bisnisnya
Dengan target 1 GW PLTS Atap yang terhubung jaringan PLN dan 0,5 GW dari non-PLN setiap tahun. Kemudian dengan asumsi kapasitas 1 modul surya 450 Wp, maka diperlukan produksi sekitar 3,3 juta panel surya.