LEWAT Sidang Pleno ke-47, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tahun 2025 sebagai Tahun Koperasi Internasional.
Dalam sidang itu, PBB memproklamirkan kembali Resolusi No. 47/90 tentang International Year of Cooperatives (IYC). Resolusi menyeru kepada negara-negara anggotanya untuk memperkuat peran koperasi dalam pembangunan sosial.
PBB dalam resolusi itu merekognisi efektivitas koperasi dalam pembangunan ekonomi dan sosial komunitas lokal. Hal itu berkontribusi pada pemberantasan kemiskinan dan kelaparan.
PBB juga mencatat bahwa perusahaan koperasi terbukti efektif dalam melayani kelompok marginal dan rentan. Di mana seringkali kondisi seperti itu tak dapat ditangani oleh perusahaan berorientasi keuntungan (investor-owned firm/ IOF).
Dalam maklumatnya, PBB juga mengakui bahwa koperasi berkontribusi penting terhadap peningkatan ketahanan pangan global melalui sistem pangan berkelanjutan, berketahanan dan inklusif.
Serta mengakui bahwa koperasi berkontribusi pada peningkatan status ekonomi perempuan, generasi muda, lanjut usia, dan penyandang disabilitas. PBB juga menyatakan bahwa misi koperasi selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Dengan rekognisi tersebut, PBB menyerukan kembali Tahun Koperasi Internasional yang dulu pernah dilakukan pada 2012.
Melalui Tahun Koperasi Internasional 2025, PBB mendorong semua negara anggota, organisasi internasional serta para pemangku kepentingan terkait untuk memanfaatkan dengan baik momentum itu.
Ada beberapa seruan PBB kepada negara-negara anggotanya. Pertama, penting bagi Pemerintah untuk memperkuat ekosistem kewirausahaan bagi koperasi.
Agar koperasi dapat lebih maksimal berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja yang layak, pemberantasan kemiskinan dan kelaparan. Termasuk juga pada isu pendidikan dan perlindungan sosial, jaminan kesehatan, inklusi keuangan dan penciptaan perumahan yang terjangkau.
Kedua, Pemerintah perlu meninjau regulasi yang ada agar lebih kondusif bagi koperasi. Termasuk dengan memperbaiki peraturan perundang-undangan yang ada atau dengan membentuk peraturan baru.
Penyempurnaan regulasi itu perlu secara khusus memperhatikan isu terkait akses permodalan, otonomi, daya saing serta perpajakan yang adil bagi koperasi.
Ketiga, mengundang Pemerintah dan organisasi internasional untuk memperkuat kapasitas terutama pada inisiatif yang dijalankan oleh masyarakat miskin, generasi muda dan perempuan.
Tidak ketinggalan juga inisiatif untuk lansia, masyarakat adat, penyandang disabilitas dan mereka yang berada dalam kondisi rentan.
Keempat, Pemerintah harus memperkuat ketahanan pangan dengan implementasi sistem produksi dan konsumsi berkelanjutan.
Maklumat itu mengatakan agar Pemerintah memberi dukungan besar kepada petani kecil, perempuan petani, kelompok tani serta koperasi pertanian dan pangan. Dukungan khususnya terhadap akses pasar dan permodalan.
Kelima, mendorong Pemerintah memperluas ketersediaan, aksesibilitas dan penyebaran penelitian mengenai koperasi. Pemerintah, kata PBB, juga perlu mengembangkan kerangka statistik untuk pendataan koperasi yang sistematis dan komprehensif.
Keenam, Pemerintah perlu mengembangkan regulasi dan kebijakan yang memberikan perempuan akses terhadap tanah dan mendukung koperasi perempuan dan pertanian. Juga kebijakan yang memungkinkan koperasi perempuan memperoleh manfaat dari proses pengadaan sektor publik dan swasta.
Terakhir, Pemerintah proaktif menciptakan lingkungan kondusif dalam pengembangan koperasi. Upaya itu antara lain mengintegrasikan koperasi ke dalam program pendidikan, termasuk kurikulum sekolah.
Serta memberikan dukungan pengembangan sumber daya manusia, teknologi informasi dan komunikasi, pendampingan teknis/pelatihan, serta mendorong pertukaran gagasan dan pengalaman melalui berbagai kegiatan yang relevan.