Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Akhir "Bulan Madu" Suku Bunga Tabungan

Saat ini tak sedikit perbankan nasional yang menerapkan suku bunga 0-1 persen untuk produk tabungannya. Besaran bunga tergantung pada banyaknya saldo tabungan nasabah.

Mulai dari Bank BCA, Bank BNI, Bank Mandiri, Bank CIMB Niaga, Bank Permata, hingga Bank Danamon telah memberlakukan suku bunga tabungan di bawah 1 persen.

Dikutip dari laman bca.co.id, suku bunga untuk produk simpanan Tahapan berada di kisaran 0,00-0,05 persen. Besaran bunga akan bertambah sesuai dengan jumlah saldo tabungan.

Untuk produk Tahapan BCA ini, rekening dengan saldo berjumlah di bawah Rp 10 juta maka suku bunganya hanya 0,00 persen, sedangkan untuk saldo berjumlah di atas Rp 1 miliar hanya 0,05 persen.

Kemudian Bank Mandiri, memberikan bunga 0,00 persen bagi tabungan dengan saldo di bawah Rp 1 juta. Besaran bunga ini berlaku untuk produk simpanan Tabungan Rupiah, Mandiri Tabungan Bisnis, Mandiri Tabungan Investor Rupiah, Tabungan NOW, Tabungan Payroll, Tabungan Mitra Usaha, dan Tabungan TKI.

Setelah itu, bank pelat merah ini memberikan besaran bunga yang berbeda tergantung besaran saldo dan produk simpanan nasabah. Adapun besaran bunga terbesar ada pada produk Mandiri Tabungan Bisnis, yaitu 1,00 persen untuk saldo di atas Rp 1 miliar.

Sementara Bank BNI, untuk produk TabunganKu, BNI memberikan bunga 0,01 persen untuk jumlah saldo Rp 0 sampai Rp 500.000, bunga 0,15 persen untuk saldo lebih dari Rp 500.000 sampai Rp 1 juta, dan bunga 0,25 persen untuk saldo lebih dari Rp 1 juta.

Tempat "parkir" sementara

Dengan rendahnya suku bunga tabungan di perbankan, apakah tabungan tidak lagi menguntungkan?

Pasalnya, dulu masyarakat menabung di bank karena mengincar bunga tabungan yang diharapkan dapat menambah saldo tabungannya ketimbang hanya menabung di celengan.

Sementara itu, nasabah juga harus membayar biaya admin tiap bulan, biaya transfer, dan biaya-biaya lain yang dipotong dari saldo nasabah.

Dengan bunga yang serendah itu, tentu nilai uang yang ditabung akan semakin berkurang jika diendapkan di rekening tabungan. Belum lagi, dengan adanya inflasi setiap tahunnya dapat menggerus nilai uang yang ditabung tersebut.

Kendati demikian, rupanya generasi milenial yang diwawancarai Kompas.com tetap menggunakan produk simpanan di bank meski bunganya sangat rendah.

Hal ini lantaran mereka membutuhkan tabungan bank untuk memarkirkan uangnya untuk kemudian disalurkan ke pembayaran kebutuhan sehari-hari seperti bayar tagihan, top up saldo uang elektronik atau dompet digital, belanja online, beli voucher game, dan sebagainya.

Sementara, jika ingin menyimpan uang untuk jangka panjang, generasi milenial lebih memilih instrumen investasi lain yang memberikan imbal hasil lebih besar dari tabungan bank.

Namun, meski bunga tabungan yang didapat rendah bahkan hampir tidak ada, ternyata menaruh dana di bank tetap dilakukan masyarakat untuk berbagai tujuan.

Seorang karyawan swasta Wahyu (34 tahun) mengatakan, dia tidak peduli meski suku bunga tabungan 0 persen. Sebab, tujuannya menabung di bank hanya untuk menyimpan dana darurat.

"Sejak awal saya tidak terlalu mementingkan bunga. Perlu (menabung di bank), supaya jika membutuhkan sesuatu tidak mudah berutang," ujar Wahyu kepada Kompas.com.

Sementara itu, Ferdy (28 tahun) yang bekerja sebagai wiraswasta, tetap menyimpan uang di bank lantaran untuk memudahkan melakukan transaksi pembayaran sehari-hari lantaran saat ini metode pembayaran sehari-hari banyak dilakukan secara digital.

"Tetap sih (akan menabung di bank), karena belum ada tempat yang efektif untuk menyimpan uang yang bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari," karta Ferdy.

Selain itu, tabungan di bank memudahkannya mengelola keuangan. Untuk itu, dia menggunakan beberapa rekening tabungan yang berbeda untuk memisahkan antara dana tabungan dan dana sehari-hari.

"Jika semua berupa cash akan sulit menghitungnya. Jika titip di orang tua besoknya akan jadi masakan (digunakan belanja). Saya punya satu rekening terpisah untuk tabungan, cukup efektif sebagai dana darurat," ucapnya.

Sementara Eko, menyiasati penggunaan tabungan dan instrumen investasi lainnya. Seorang karyawan swasta ini hanya menyimpan uang di tabungan bank sekitar 10 persen dari penghasilannya dan sisanya disimpan di saham dan reksa dana.

Eko mengatakan, dana yang disimpan di tabungan ini kemudian akan disalurkan untuk keperluan sehari-hari lantaran kini dia menerapkan gaya hidup cashless sehingga meminimalisir penggunaan uang tunai.

"Masih perlu (tabungan bank) karena sekarang zamannya cashless enggak bisa pegang uang tunai banyak-banyak dan lebih aman dibandingkan disimpan di bawah kasur," ujar Eko, 28 tahun, kepada Kompas.com, Senin (12/9/2022).

Tabungan bukan investasi

Melihat penggunaan tabungan bank oleh masyarakat yang sudah mulai bergeser tersebut juga diamini oleh pihak perbankan.

Direktur BCA Haryanto Tiara Budiman mengatakan, tabungan kini bukan menjadi instrumen investasi. Sebab, saat ini tabungan berubah fungsinya menjadi untuk memudahkan transaksi nasabah.

Oleh karenanya menurut dia, suku bunga tabungan rendah tidak dipermasalahkan nasabah lantaran saldo di tabungan hanya digunakan untuk transaksi sehari-hari.

"Jadi untuk transaksi ini, mereka memang menggunakannya semata-mata untuk transfer ke satu orang ke orang lain, bisnis satu ke bisnis yang lain, tidak melihat daripada suku bunga karena tujuannya bukan untuk investasi," ujarnya saat konferensi pers di ICE BSD, Tangerang, Jumat (9/9/2022).

Menurut dia, apabila nasabah ingin melakukan investasi, maka dapat memilih instrumen investasi selain produk tabungan. Saat ini sudah ada berbagai macam instrumen investasi yang dapat dipilih sesuai dengan profil risiko masing-masing nasabah.

"Jadi orang menggunakan dana di tabungan itu untuk bertransaksi. Kalau dia ingin melakukan investasi dia taruhnya di produk lain, misalnya di deposito atau bahkan di ORI, SBN, dan lainnya," jelasnya.

Tidak menguntungkan

Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, saat ini menabung di bank sudah tidak menguntungkan lagi.

"Sudah tidak menguntungkan apalagi nominal simpanannya kecil, karena antara bunga yang didapatkan dengan biaya administrasi, pajak akan menggerus nilai simpanan," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (9/9/2022).

Oleh karenanya, dia bilang, generasi milenial harus kreatif dalam menyimpan gaji dan pendapatannya. Sebab, kini produk tabungan tidak bisa dijadikan satu-satunya tempat menyimpan uang.

Milenial dapat mulai mencari berbagai instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko dan target investasinya agar nilai uangnya dapat tetap berkembang.

"Perlu diversifikasi ke surat utang ritel misalnya yang bunganya jauh lebih tinggi dibanding simpanan bank atau alihkan sebagian ke emas, valas, dan reksadana saham," jelasnya.

Tidak langgar aturan OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator membebaskan perbankan menetapkan besaran bunga untuk produk simpanan. Artinya, perbankan yang menetapkan suku bunga tabungan di bawah 1 persen atau 0 persen tidak melanggar aturan OJK.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, kebijakan bunga pada dasarnya merupakan kebijakan bisnis bank masing-masing sesuai dengan strategi bisnisnya.

"Enggak (diatur OJK), itu urusan bank karena masuk kategori business judgement," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Senin (12/9/2022).

Menurut dia, tren suku bunga tabungan 0 persen di perbankan justru menunjukkan likuiditas perbankan masih cukup di kala pertumbuhan kredit terus meningkat melampaui pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK).

Oleh karenanya, tren suku bunga tabungan 0 persen umumnya terjadi pada perbankan yang memiliki modal inti lebih dari Rp 70 triliun atau Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) 4.

Selain itu, likuiditas yang cukup ini juga dapat terjadi pada bank dengan tingkat digitalisasi yang sudah maju.

"Issue bunga rendah untuk tabungan ini bisa jadi merupakan fenomena likuiditas perbankan yang masih ample (cukup)," ucapnya.

Dia menilai saat ini terdapat perubahan perilaku nasabah Indonesia yang kini menjadi lebih transaksional dan fleksibel sehingga nasabah tidak lagi bergantung pada suku bunga tabungan di bank.

Perilaku nasabah ini didukung oleh proses digitalisasi yang belakangan digencarkan oleh perbankan nasional yang memudahkan nasabah untuk melakukan berbagai transaksi keuangan secara online.

Perubahan perilaku ini tercermin dari porsi komponen tabungan dalam dana pihak ketiga (DPK) terus meningkat dari sebelumnya hanya 28 persen dari total DPK, kini mencapai 32 persen dari total DPK. Sementara porsi deposito turun dari sebelumnya 44 persen dari total DPK, kini menjadi 38 persen.

"Ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan perilaku pemilik dana yang lebih bersifat transaksional dan fleksibilitas untuk investasi dibanding orientasi pendapatan bunga bank," tuturnya.

https://money.kompas.com/read/2022/09/14/094319626/akhir-bulan-madu-suku-bunga-tabungan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke