Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pertumbuhan Ekonomi 7 Persen: Optimisme atau Keharusan?

Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sempat melemah di atas level Rp 15.900 per dollar AS pada akhir Oktober lalu, mencapai titik terburuknya sejak April 2020.

Di tengah hiruk pikuk ‘drakor’ politik yang tersaji belakangan ini, gagasan salah satu Capres, yaitu Ganjar Pranowo yang optimistis mencapai target ekonomi 7 persen menjadi hal yang menarik untuk kita cermati bersama.

Konon saat ini kita sedang berada dalam jendela peluang bonus demografi yang momentumnya tidak lama lagi akan berakhir apabila tidak dimanfaatkan dengan baik.

Hal ini dapat dilihat dari dependency ratio atau rasio ketergantungan umur yang menurut proyeksi BPS akan terus menurun dari 2020 sebesar 47,7 persen sampai pada titik terendahnya pada 2030 sebesar 46,9 persen.

Setelah 2030, angka dependency ratio tersebut akan mulai kembali mengalami tren kenaikan.

Semakin kecil rasio ketergantungan umur, berarti semakin banyak penduduk yang berusia produktif dibandingkan dengan penduduk usia non-produktif. Maka inilah momentum yang jelas harus dimanfaatkan, ekonomi kita harus secepat mungkin di-gaspol untuk terus tumbuh.

Bonus demografi harus dapat diolah dan dimanfaatkan menjadi dividen demografi. Ekonomi yang tumbuh dengan baik secara tidak langsung akan terus mendorong terciptanya lapangan pekerjaan.

Tanpa lapangan pekerjaan yang memadai, bonus demografi bisa berubah menjadi malapetaka demografi.

Maka Anda dan saya seharusnya sudah sepakat, ekonomi kita harus digenjot tumbuh. Pertumbuhan ekonomi harus dioptimalkan pertumbuhannya, mumpung ada kesempatan.

Berdasarkan data IMF, Indonesia saat ini berada dalam ranking 16 kekuatan ekonomi dunia dengan GDP sebesar 1,42 triliun dollar AS.

Namun juga lupa, jumlah penduduk Indonesia 278 juta jiwa membuat GDP per kapita kita masih begitu kecil hanya 5.109 dollar AS, ranking ke-112 menurut data IMF.

Jika dirasa cukup ekstrem membandingkan dengan GDP per kapita rata–rata dunia saat ini yang berada pada level 13.330 dollar AS, Brasil mungkin dapat kita jadikan perbandingan yang lebih realistis.

Dengan penduduknya sebesar 216 juta jiwa, GDP per kapita Brasil tercatat sebesar 10.413 dollar AS. Dua kali lipat lebih dari GDP per kapita kita hari ini.

Maka Anda dan saya kemudian bisa berhitung, berapa tingkat pertumbuhan ekonomi kita sebaiknya tumbuh, jika kita ingin kualitas hidup rakyat Indonesia paling tidak seperti rakyat Brasil.

Maka target pertumbuhan sebesar 7 persen rasanya memang mau tidak mau harus bisa diupayakan dan dicapai.

Harus lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi rata–rata dalam 10 tahun terakhir (di luar masa Covid) yang masih berada di bawah level 6 persen.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana cara pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dicapai. Tentunya butuh proses yang tidak instan, tidak mungkin dapat diselesaikan dalam sehari semalam.

Pertama adalah dengan industrialisasi dan hilirisasi di berbagai bidang penggerak perekonomian. Anda-pun sudah tahu filosofinya, seluruh proses pertambahan nilai barang dan jasa harus dilakukan di dalam negeri.

Pemerintah yang akan datang harus mampu memberi perhatian pada soal ini, regulasi mengenai ekspor bahan mentah, apapun komoditasnya harus diatur untuk mengkatalis program ini.

Kedua adalah bagaimana indeks Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia harus dapat mengalami penurunan signifikan.

ICOR merupakan rasio yang menggambarkan seberapa besar tambahan kapital atau investasi untuk menghasilkan tambahan hasil satu unit output.

ICOR yang tinggi menunjukkan investasi semakin tidak efisien. Rata–rata ICOR Indonesia pada periode 2021 -2022 tecatat berada pada level 7,6, lebih tinggi dari Malaysia yang hanya 4,5 dan Filipina 3,7.

Anda tentu juga sudah punya gambaran, bagaimana menurunkan ICOR yang berarti memberantas pungli dan bentuk ‘kearifan lokal lainnya’.

Maka pemerintah selanjutnya harus memiliki komitmen serius terhadap penerapan digitalisasi birokrasi. Sistem birokrasi yang bersih, transparan, dan bebas dari KKN menjadi penting bagi dunia investasi modern.

Ketiga tentunya pertumbuhan ekonomi yang didorong haruslah pertumbuhan ekonomi berkualitas. Pertumbuhan pada GDP (Gross Domestic Product) harus diimbangi oleh pertumbuhan GNP (Gross National Product) yang signfikan.

Pertumbuhan ekonomi yang tercipta di dalam negeri harus dinikmati manfaat ekonominya sebesar–besarnya oleh warga.

Hal selanjutnya yang Anda tentu juga sudah paham adalah inflasi yang tinggi akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Maka inflasi juga harus mampu dikendalikan dengan baik.

Tentu cara yang paling robust dalam mengendalikan inflasi adalah dengan kemadirian ekonomi. Toh semuanya sudah ada di kita: kita punya raw material yang kaya, sumber daya manusia melimpah, dan target pasar yang besar.

Sudah saatnya ekonomi harus diupayakan bergerak dari dan untuk bangsa kita sendiri.

Dengan proses industrialisasi dan hilirisasi yang masif dan luas, birokrasi yang bersih dan transparan serta keberpihakan pada warga negara kita, seharusnya Indonesia kelak bisa menjadi safe haven dari ketidakpastian ekonomi global.

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen rasanya menjadi keharusan dicapai dengan penuh optimisme.

Ekonomi sepuluh tahun kedepan harus dapat tumbuh lebih tinggi dan cepat dibanding ekonomi kita sepuluh tahun terakhir.

Maka masa kampanye dan promosi visi politik hari-hari ini, sejatinya dapat kita maknai dengan bijak sebagai kesempatan untuk belanja ide dan gagasan mengenai upaya perbaikan bangsa.

Tak peduli siapa capres-cawapresnya dan apapun partainya, yang paling penting mari kita cermati gagasannya.

https://money.kompas.com/read/2023/11/20/061112126/pertumbuhan-ekonomi-7-persen-optimisme-atau-keharusan

Terkini Lainnya

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Earn Smart
Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Spend Smart
Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Whats New
Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Whats New
Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Whats New
Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-'grounded' Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-"grounded" Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Whats New
ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

Whats New
Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Whats New
Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Whats New
ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

Whats New
Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Whats New
Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Whats New
Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Whats New
BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke