Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Produk Ekspor UMKM Ditahan dan Harus Bayar Rp 118 Juta, Menkop Teten: Briket Memang Terlalu Berisiko

Menkop Teten tak menampik bahwa produk yang dikirimkan oleh UMKM itu adalah produk yang memiliki risiko tinggi ketika diekspor. 

Dia pun mengaku, pihaknya sudah berkomunikasi dengan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan terkait kasus tersebut.

“Saya sudah bicara dengan Dirjen Bea Cukai mengenai ada isu kesulitan UMKM untuk ekspor, terutama yang produk briket. Karena briket itu memang juga terlalu berisiko dari sisi pengiriman, perusahaan logistiknya juga mensyaratkan yang tinggi,” ujar Menkop Teten saat ditemui media di Senayan JCC, Selasa (28/11/2023). 

Walau demikian, lanjut Teten, yang menjadi persoalan utamanya adalah tentang kesulitan dalam proses pengiriman atau ekspornya. Sehingga mau tak mau pelaku usaha tersebut harus dikenakan biaya tambahan ekspor. 

Menkop Teten juga tak menampik kasus sulitnya ekspor oleh UMKM menjadi problem yang sering terjadi.

Teten pun telah membahas hal ini dengan Dirjen Bea dan Cukai dengan harapan pelaku UMKM yang ingin mengekspor tidak dipersulit lagi.

“Jangan dipersulit lah ekspor kita. Kalau impor baru kita persulit karena untuk melindungi produk dalam negeri. Kalau ekspor harus diberi kemudahan," kata Teten.

"Nah, ini yang saya kira mindset ini yang belum selaras di pemerintahan," sambungnya.

Diberitakan sebelumnya, media sosial Twitter atau X diramaikan dengan video pelaku UMKM yang mengaku produk ekspornya ditahan Kantor Bea Cukai Tanjung Priok. 

Unggahan tersebut beredar di media sosial setelah diunggah oleh akun @thechaioflife pada Sabtu (25/11/2023). 

Dalam video itu, pengunggah menyebutkan bahwa pihaknya diminta membayar uang sebesar Rp 118 juta setelah produk ekspornya tidak bisa dikirim ke luar negeri. 

"PELAKU UMKM TEERANCAM MASUK PENJARA? Harus Bayar 118 juta. UMKM Teerbantu BEA CUKAI? UMKM TERBUNUH BEA CUKAI?" tulis pengunggah.

Dalam video itu, pengunggah mengatakan, awalnya ia mendapat pesanan produk UMKM dari Eropa sebanyak satu kontainer pada Agustus 2023. 

UMKM tersebut memanfaatkan batok kelapa tidak terpakai untuk digunakan sebagai black lava rock atau batu lava hitam. 

Ia mengaku senang menerima tawaran tersebut karena nilainya mencapai 12.973 dollar AS atau sekitar Rp 201 juta.

"Membuat kami kegirangan," kata pengunggah. 


Mengetahui pesanan yang masuk mencapai ratusan juta rupiah, pengunggah mengajak warga sekitar untuk bekerja memenuhi kebutuhan pesanan dan memanfaatkan limbah terbuang.

Namun, masalah mulai terjadi setelah produk ekspor diangkut menuju Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. 

Pengunggah mengatakan, produk ekspornya terjadwal muat ke kapal pada 25 September 2023 setelah semua dokumen lengkap. 

Akan tetapi, pemberitahuan ekspor barang (PEB) pertama yang diajukan pengunggah ditolak dengan alasan salah ketik atau typo pada HS code di PL dengan di PEB. 

Pengunggah menyampaikan, pihaknya melakukan revisi dan mengirimkan pengajuan ulang sampai Nota Pelayanan Ekspor diterbitkan. 

Kendati demikian, lagi-lagi masalah mendera ketika kontainer dibongkar dan diperiksa karena pihak intelijen menemukan ada satu jenis barang yang jumlahnya tidak sesuai. 

Bea Cukai sempat melakukan pengambilan sampel pada 9 Oktober 2023 dengan waktu pengurusan 5-15 hari. Namun, tak ada persetujuan yang diterima pengunggah sampai 10 November 2023. 

Setelah itu, ia mengaku mendapat tagihan armada pemilik kontainer sebesar Rp 118,596 juta yang berasal dari nota hasil intelijen (NHI). 

https://money.kompas.com/read/2023/11/28/160248626/produk-ekspor-umkm-ditahan-dan-harus-bayar-rp-118-juta-menkop-teten-briket

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke