Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER MONEY] Laporan Keuangan Garuda | BPJS Kesehatan Defisit Rp 7 Triliun

Kompas.com - 27/07/2019, 07:25 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Garuda Indonesia merevisi laporan keuangannya untuk tahun buku 2018. Dalam revisi tersebut, Garuda mengumumkan kerugian Rp 2,45 triliun.

Berita tersebut menjadi yang terpopuler sepanjang hari kemarin, Jumat (26/7/2019). Berita lainnya adalah tentang hitungan pajak untuk karyawan yang bergaji Rp 8 juta. Berikut daftar berita terpopuler di kanal money sepanjang hari kemarin:

1. Laporan Keuangan 2018 Direvisi, Garuda Indonesia Rugi Rp 2,45 Triliun

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mempublikasikan ulang (restatement) laporan keuangan tahun 2018. Hal tersebut dilakukan merespon hasil keputusan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pada laporan keuangan yang disajikan ulang tersebut, Garuda Indonesia mencatatkan rugi bersih sebesar 175,02 juta dollar AS atau setara Rp 2,45 triliun dari sebelumnya laba sebesar 5,01 juta dollar AS.

"Dalam kaitan penyajian ulang Laporan Keuangan 2018, Garuda Indonesia mencatatkan laporan pendapatan usaha sebesar 4,37 miliar dollar AS, tidak mengalami perubahan dari laporan pendapatan sebelumnya," ujar VP Corporate Secretary Garuda Indonesia M Ikhsan Rosan dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (26/7/2019).

Adapun pendapatan usaha lainnya (pendapatan lain-lain) terkoreksi menjadi 38,8 juta dollar AS dari sebelumnya 278,8 juta dollar AS. Selain restatement laporan keuangan tahun 2018, Garuda Indonesia pun diminta untuk melakukan restatement laporan keuangan kuartal I-2019 oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pada laporan restatement kuartal I-2019 tersebut, Garuda Indonesia tercatat mengalami sejumlah penyesuaian pada indikator aset menjadi sebesar 4,32 juta dolkar AS dari sebelumnya 4,53 juta dollar AS. Selengkapnya silakan baca di sini

2. Viral Tolak Gaji Rp 8 Juta, Ditjen Pajak Bikin Hitungan Pajaknya

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak turut meramaikan viralnya cerita lulusan Universitas Indonesia (UI) yang menolak gaji Rp 8 per bulan. Lewat akun Intagram resminya, lembaga yang ada di bawah Kementerian Keuangan itu justru membuat hitungan pajak gaji karyawan dengan gaji Rp 8 juta.

"GAJI 8 JUTA, STATUS JOMBLO, SABTU MINGGU LEMBUR TAPI GA DIBAYAR, GAK PUNYA PROGRAM PENSIUN, BEGINI HITUNG PAJAK PENGHASILANNYA," begitu Instagram Story ditjenpajakri, Kamis (25/7/2019).

Tidak hanya itu, Ditjen Pajak juga mencantumkan rincian hitungan Pajak Penghasilan (PPh) karyawan dengan gaji Rp 8 juta. Hitungannya, dengan penghasilan bruto Rp 8 juta per, maka penghasilan bruto Setahun Rp 96 juta, Kemudian dikurangi biaya jabatan Rp 4,8 juta, maka penghasilan netto setahun sebesar Rp 91,2 juta. Selengkapnya silakan baca di sini

3. Fintech yang Umumkan Nasabah "Siap Digilir" Sudah Diblokir

Satgas Waspada Investasi memblokir situs dan aplikasi pinjaman online atau fintech ilegal yang melecehkan nasabah melalui poster iklan "siap digilir" yang disebar di media sosial.

Kasus ini terjadi pada YI (51), warga Solo, Jawa Tengah lantaran telat dua hari membayar pinjaman fintech. Padahal ia mengaku sudah memberikan informasi lambat bayar itu kepada pihak fintech.

"Situs dan aplikasinya sudah diblokir satgas melalui Kemenkominfo," ujar Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Tobing kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (26/7/2019).

Saat ditanya lebih lanjut, Tongam mengungkapan bahwa fintech yang melakukan tindakan pelecehan terhadap nasabahnya tersebut bernama Incash. Tongam menilai tindakan fintech tersebut merupakan perbuatan pidana yang menjadi kewenangan penegak hukum.

Oleh karena itu Satgas Waspada Investasi meminta penegak hukum bergerak.

"Kami minta penegak hukum segera melakukan proses penegakan hukum terhadap fintech ini. Harus dicari orang yang membuat ini," kata dia. Sebelumnya, YI melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) melaporkan tindakan fintech tersebut kepada Kepolisan setempat. Selengkapnya silakan baca di sini

4. Defisit Rp 7 Triliuan, BPJS Kesehatan Dibayangi Denda Puluhan Miliar Rupiah

Di tengah ancaman defisit, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ternyata harus menanggung denda tunggakan dari rumah sakit yang nilainya puluhan miliar rupiah.

Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Maya A. Rusady mengatakan, pihaknya mempunyai kewajiban membayar denda 1 persen dari setiap keterlambatan klaim.

"Klaim saat ini membuat kami belum bisa membayar secara tepat waktu. Posisi gagal bayar sampai Juni 2019 sekitar Rp 7 triliun. Kalau dananya ada, tentu akan dibayarkan," kata Maya dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komii I DPR, Selasa (23/7/2019).

Itu berarti, potensi denda yang membayangi BPJS Kesehatan sekitar Rp 70 miliar sampai Juni lalu. Kondisi tersebut membuat BPJS Kesehatan semakin terbebani karena defisit tahun lalu belum tertutupi.

Diperkirakan total defisit perseroan akan menembus di angka Rp 28 triliun jika pemerintah tidak menyuntikkan dana talangan sampai akhir 2019. Selengkapnya silakan baca di sini

5. "Diiklankan Siap Digilir untuk Lunasi Utang, Sangat Tidak Manusiawi"

Satgas Waspada Investasi mengecam keras tindakan pelecehan yang dilakukan layansn teknologi keuangan alias fintech ilegal terhadap YI (51) seorang nasabahnya di Solo, Jawa Tengah.

Fintech tersebut mengiklankan poster foto YI dan menyebarkannya ke grup-grup WhatsApp dengan tulisan "Siap Digilir" untuk melunasi pinjaman Rp 1.054.000 yang telat bayar dua hari. "Kami menilai cara seperti ini tidak bisa kita tolerir. Ini sudah sangat tidak manusiawi," ujar Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Tobing kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (26/7/2019).

Menurut Tongam, apa yang dilakukan oleh fintech illegal tersebut sudah sangat keterlaluan dan masuk dalam ranah pidana yang menjadi kewenangan pihak Kepolisian.

Satgas Waspada Investasi sendiri udah bergerak dan melakukan pemblokiran situs dan aplikasi pinjaman online ilegal bernama Incash tersebut. Pemblokiran situs dan aplikasi fintech dilakukan melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Selengkapnya silakan baca di sini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com