Di tahun 2018, pendapatan iuran hanya Rp 81,99 triliun, sedangkan pembayaran klaim Rp 94,29 triliun.
Baca juga : Tahun Ini, Defisit BPJS Kesehatan Diprediksi hingga Rp 32,8 Triliun
Adapun pada 2016, BPJS sempat mencatatkan penerimaan iuran yang lebih besar dari pembayaran klaim, yaitu masing-masing sebesar Rp 67,79 triliun dan Rp 67,24 triliun dengan rasio klaim 99,19 persen. Sebab kala itu, untuk pertama kali dan terakhir kalinya, iuran JKN BPJS Kesehatan naik.
Namun, kenaikan iuran tersebut pun jauh lebih rendah dari nilai sebenarnya. Berdasarkan perhitungan aktuaria DJSN tahun 2016, iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) seharusnya Rp 36.000, namun oleh pemerintah ditetapkan Rp 23.000.
Lalu untuk peserta kelas III seharusnya Rp 53.000, namun ditetapkan Rp 25.500. Untuk peserta kelas II dari semestinya Rp 63.000, tapi ditetapkan Rp 51.000. Hal itu membuat biaya per orang per bulan lebih besar dari premi per orang per bulan.
“Di 2016 itu ada selisih apa yang ditetapan aktuaria dengan penetapan pemerintah. Ini tentu sudah berkali-kali kami sampaikan, angka iuran ini underprice kalau melihat jangka panjang,” paparnya.
Untuk itulah DJSN mengusulkan untuk kembali menaikkan iuran peserta JKN. Usulan iuran untuk penerima bantuan iuran (PBI) sebesar Rp 42.000 per jiwa atau meningkat dari yang berlaku sekarang Rp 23.000 per jiwa.