Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peringkat Kemudahan Berbisnis di Indonesia Stagnan

Kompas.com - 25/10/2019, 05:20 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Dunia melaporkan peringkat kemudahan berbisnis atau Ease of Doing Business (EODB) Indonesia stagnan atau tetap berada pada ranking ke-73.

Kendati begitu, seperti dikutip dari Kontan.co.id, dalam laporan Doing Business 2020 yang dirilis Kamis (24/10), skor kemudahan berbisnis Indonesia naik menjadi 69,6.

Kemajuan yang menjadi catatan Bank Dunia terhadap Indonesia dalam hal kemudahan berbisnis terdapat pada sejumlah aspek. Asal tahu, penilaian EODB Indonesia dilakukan di Jakarta dan Surabaya dengan porsi penilaian masing-masing 78 persen dan 22 persen.

Baca juga: Ini Pilihan Investasi yang Pas Saat Ekonomi Global Tak Menentu

Pada aspek starting a business, Indonesia khususnya Jakarta dinilai telah menerapkan sistem melalui platform online untuk perizinan atau lisensi bisnis, serta menggunakan dokumen elektronik ketimbang dokumen kertas (hard-copy paper).

Selanjutnya, kemajuan juga terlihat pada aspek getting electricity di Surabaya. Bank Dunia menilai renovasi dan peningkatan pemeliharaan jaringan listrik, serta kapasitas pembangkit yang lebih tinggi membuat sambungan listrik lebih cepat.

Bank Dunia juga mengapresiasi perkembangan sistem perpajakan atau aspek paying taxes yang berlaku di Jakarta dan Surabaya.

"Indonesia mempermudah pembayaran pajak dengan menerapkan sistem pengarsipan dan pembayaran online untuk pajak-pajak utama. Reformasi ini berlaku untuk Jakarta dan Surabaya,” terang Bank Dunia dalam laporan itu.

Baca juga: Di Platform Ini Anda Bisa Investasi dengan Duit Mulai dari Seharga Secangkir Kopi

 

Pada aspek trading across borders, kemajuan serupa juga menjadi nilai tambah bagi Indonesia. Bank Dunia melihat perdagangan lintas batas di Jakarta dan Surabaya menjadi lebih mudah seiring dengan proses deklarasi pabean ekspor yang menggunakan sistem online.

Terakhir, Bank Dunia menilai adanya kemajuan pada aspek enforcing contracts. Di mana Jakarta dan Surabaya dianggap telah mempermudah pelaksanaan kontrak dengan memperkenalkan sistem manajemen kasus elektronik untuk para penegak hukum.

Namun, Indonesia masih memiliki kekurangan yang menjadi sorotan. Di antara negara dengan ekonomi berpenghasilan menengah ke bawah di Asia Timur dan Pasifik, Indonesia menjadi salah satu negara dengan peraturan ketenagakerjaan paling kaku, terutama terkait perekrutan tenaga kerja (hiring)

Baca juga: Dorong Kemudahan Investasi, Proses Registrasi Lahan Dipercepat

Bank Dunia menyebut, Undang-Undang perlindungan tenaga kerja yang terlampau ketat dan kaku justru memberi dampak kotraproduktif terhadap penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

“Ketika merancang undang-undang ketenagakerjaan — khususnya yang mengatur perekrutan, penjadwalan kerja, dan redundansi — otoritas harus menimbang dampaknya terhadap perusahaan,” terang Bank Dunia.

Bank Dunia bahkan mencontohkan, kenaikan 10 persen poin dalam upah minimum di Indonesia berdampak pada penurunan 0,8 poin persentase dalam pekerjaan rata-rata di provinsi tertentu.

Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di negara berkembang terbeban untuk membayar upah minimum kepada pekerjanya. Sebab, rasio upah minimum terhadap pendapatan rata-rata terlalu tinggi jika dibandingkan dengan rasio pada negara-negara maju.(Grace Olivia)

Baca juga: Menteri BUMN Baru Wajib Rangkul Swasta untuk Dongkrak Investasi

 

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: Bank Dunia mencatat kemudahan berbisnis di Indonesia tak mengalami kemajuan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com