Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Pak Presiden, Kartu Prakerja Butuh Evaluasi

Kompas.com - 22/04/2020, 10:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kepentingan dan aturan

Hal ketiga yang perlu dievaluasi adalah terkait konflik kepentingan dalam program ini. Seminggu terakhir media sosial ramai soal Staf Khusus Presiden, Belva Delvara yang diduga bias kepentingan dalam program Kartu Prakerja.

Sebab, Belva adalah CEO Ruang Guru yang menjadi salah satu platform penyedia pelatihan online itu. Masyarakat menilai Belva tidak memiliki integritas sebagai pejabat negara.

Sayangnya, setelah dapat kritik dari sana-sini, Belva justru menyampaikan siap mundur dari posisinya sebagai Staf Khusus Presiden. Artinya, ia lebih memenangkan karirnya di Ruang Guru daripada baktinya kepada negara.

Pilihan yang bijak adalah bila Belva menyampaikan Ruang Guru atau Skill Academy memilih mundur dari penyedia pelatihan Kartu Prakerja. Di situlah integritasnya akan memperoleh acungan jempol.

Sulit untuk tak mengatakan Belva kedap kepentingan di mana ia berada dalam posisi pengambil kebijakan di lingkaran kepresidenan.

Ia memiliki akses informasi yang lebih mudah dibanding platform lainnya. Asimetri informasi terjadi antara satu dengan yang lain. Termasuk peluangnya untuk mempengaruhi langsung kebijakan atau program tersebut.

Lantas, bila Belva tetap mundur dari jabatannya, bagaimana Pemerintah atau Presiden harus merespon? Saya pikir aturannya harus tegas. Ruang Guru atau Skill Academy dikeluarkan dari program itu.

Hal itu untuk menjaga integritas Presiden atau Pemerintah. Sehingga bola tidak liar dengan prasangka kemana-mana, misalnya dugaan kongkalikong pejabat lainnya pada Kartu Prakerja.

Penyediaan pelatihan ini nampaknya memang didesain untuk "sesederhana" mungkin dengan memilih pola kerjasama dan bukannya tender atau penunjukan langsung.

Skemanya pemerintah mentransfer uang, melalui aneka dompet elektronik, ke peserta. Mereka membelanjakannya di berbagai platform yang bekerjasama. Jadilah tidak ada transfer anggaran pemerintah ke platform secara langsung.

Paket pelatihan itu nilainya Rp 1 juta per orang. Bila ada 1 juta orang membelanjakannya di satu platform yang sama, maka platform langsung memperoleh pendapatan sebesar Rp 1 triliun.

Itu angka yang sangat besar dan mahal hanya untuk belajar materi sekelas "Cara Dapat Uang dari Youtube", "Belajar Desain Grafis dengan Photoshop", "Sukses Bisnis Online di Instragram" seperti yang ditawarkan Skill Academy.

Evaluasi dan pending

Pak Presiden, menurut saya, tidak cukup alasan mendesak untuk menjalakan program Kartu Prakerja di masa pandemi ini. Evaluasi total harus dilakukan terhadap program tersebut. Sebaliknya, pascapandemi program ini bisa membantu recovery ekonomi dan dunia bisnis Indonesia.

Lebih bijak bagi Pemerintah untuk merealokasikan anggaran tersebut ke penanganan corona. Orang Nahdliyyin punya postulat hukum yang bagus, "Dar'ul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih". Artinya, menolak keburukan lebih didahulukan daripada membuat kebajikan.

Dalam kasus ini, merealokasi anggaran untuk menangani dampak sistemik corona, lebih diutamakan daripada untuk membuat pelatihan keterampilan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com