JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi virus corona (Covid-19) telah mengganggu rantai pasok di seluruh dunia.
Virus yang bermula di China ini pun membuat banyak negara berencana memutus ketergantungan rantai pasok global industri dari negara itu.
Pemerintah Jepang misalnya, telah menggelontorkan paket stimulus ekonomi 2,2 miliar dollar AS untuk membantu industrinya mengalihkan produksi dari China. AS pun dikabarkan tengah menyiapkan subsidi dan insentif pajak bagi perusahaan yang mau memindahkan pabriknya dari China ke negara lain.
Baca juga: Menperin akan Lobi AS dan Jepang Relokasi Industri ke RI
Fenomena ini merupakan kesempatan bagi Indonesia yang membutuhkan investasi untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dengan menggaet investor untuk menanamkan modalnya di Tanah Air.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, Indonesia sebetulnya memiliki peluang untuk menarik investasi yang akan keluar dari China. Salah satu daya tarik investasi Indonesia adalah pasar yang besar.
Investor luar negeri juga menganggap Indonesia sebagai negara dengan potensi pertumbuhan pasar yang besar.
Meski begitu, untuk menjadi tujuan relokasi dari China, Indonesia harus bersaing dengan negara-negara lain seperti India, Thailand, Vietnam dan Filipina. Tahun lalu, setidaknya 33 perusahaan hengkang dan merelokasi pabriknya dari China.
Baca juga: Ada Perang Dagang, Kenapa China Tak Relokasi Industri ke RI?
Namun, perusahaan-perusahaan tersebut memindahkan basis produksinya ke Vietnam dan Thailand, salah satunya karena persoalan harga lahan.
Menurut Tauhid, selain harga lahan ada beberapa faktor yang menjadi kekhawatiran investor asing saat ingin berinvestasi di Indonesia.
Pertama, kenaikan upah yang terlalu tinggi. Setiap tahun kenaikan upah tenaga kerja di Indonesia mencapai 7 hingga 8 persen. Sementara kenaikan upah di negara-negara seperti Vietnam maupun India hanya berkisar 4 hingga 5 persen.