Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR dan Mentan Debat Panas soal Food Estate di Kalteng, Mengapa?

Kompas.com - 14/09/2020, 14:41 WIB
Yohana Artha Uly,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo melakukan rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI pada hari ini, Senin (14/9/2020).

Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi IV dari Fraksi PDI-P Sudin tersebut pun memanas ketika membahas proyek lumbung pangan atau food estate di Kalimantan Tengah (Kalteng).

Dalam paparannya, Syahrul menjelaskan, proyek food estate tersebut berada di atas lahan potensial seluas 164.598 hektar.

Baca juga: Mentan: Kerja di Sektor Pertanian Sangat Terbuka

Namun, lahan yang akan mulai ditanami komoditas padi pada tahun ini sekitar 30.000 hektar atau angka tepatnya 28.315 hektar.

“Pada 2020 ini dilakukan pengelolaan lahan melalui intensifikasi pertanian seluas 30.000 hektar, dengan harapan bisa menyumbang produksi pangan akhir tahun 2020,” ungkapnya.

Pemaparan Syahrul tersebut langsung dipotong oleh Sudin, yang meragukan bahwa lahan seluas 30.000 hektar tersebut bisa ditanami pada tahun ini. Sebab, tahun 2020 hanya kurang dari empat bulan lagi.

Menjawab keraguan tersebut, Syahrul mengatakan, pihaknya meyakini bahwa lahan sudah bisa ditanami karena sudah tersedia saluran irigasi.

“Kalau lihat lapangan Pak, insya Allah. Karena ini irigasi primer, sekunder, dan tersier sudah ada, tinggal manajemen in-out dari yang 30.000 itu memungkinkan untuk dicapai,” jelas dia.

Baca juga: Jadi Program Prioritas, SYL Tinjau Food Estate Hortikultura Humbahas

Namun, Sudin menyebutkan, lahan tersebut belum memiliki irigasi yang baik berdasarkan tinjauannya setahun yang lalu. Oleh sebab itu, ia mempertanyakan sistem penanamannya dan kapasitas tenaga kerja yang akan digunakan.

“Itu rusak berat, masih dalam perbaikan. Makanya, saya tanyakan apakah bisa ditanam 30.000 hektar? Pakai apa tanamnya? 30.000 Ha itu banyak lho. Kalau melibatkan tenaga kerja itu mungkin puluhan ribu. Apakah ada tenaga kerja di sana? Sedangkan tenaga kerja di sana itu kan sangat kekurangan," cecar Sudin.

Mendapati rentetan pertanyaan tersebut, Syahrul pun menjelaskan, dari seluas 164.598 hektar yang dicanangkan untuk proyek food estate, sekitar 142.000 hektar yang bisa ditanami.

Dari angka tersebut, mengerucut lagi sekitar 82.000 hektar di antaranya sudah memiliki irigasi.

Kendati demikian, dari luasan lahan tersebut, sebanyak 30.000 hektar yang memang dinilai sangat layak ditanami, sehingga penanaman pun dilakukan pada tahun ini. Menurut dia, intervensi Kementan di lahan itu sudah dilakukan sejak April 2020 dan kini tengah masuk pada penanaman intensifikasi.

“Jadi kami yakin di 30.000 hektar itu kami bisa masuk, dan memang dengan kerja yang lebih kuat, serta irigasi di sana sudah dibenahi,” kata Syahrul.

Baca juga: Percepat Pengembangan Food Estate Kalteng, Kementan Beri Bantuan 379 Miliar

Sudin pun kembali mempertanyakan proyek tersebut, dengan menekankan kapasitas tenaga kerja untuk proyek tersebut. Ia kembali meragukan kecukupan tenaga kerja untuk merealisasikan food estate Kalteng pada tahun ini.

“Mungkin enggak dengan SDM-nya? Ini yang jadi pertanyaan saya. Jangan target setinggi langit pencapaian sedaki bukit, saya enggak mau targetnya terlalu tinggi, tapi tiba-tiba tidak tercapai,” kata dia.

“Kan nanti yang namanya enggak bagus siapa? Ya menteri. Nanti rakyat tinggal menghujat DPR-nya bodoh, mau saja dibohongi,” tegasnya.

Syahrul pun merespons dengan menyatakan bahwa saat ini sudah ada tenaga kerja yang akan menggarap lahan intensifikasi tersebut, mencakup para petani transmigran dari Pulau Jawa terdahulu, dan juga 300 orang Bintara Pembina Desa TNI AD (Babinsa).

“Kami juga menggunakan alat berat di sana, termasuk traktor yang sudah ada sebanyak 150 buah, diambil dari seluruh Kalteng untuk fokus penggarapan,” timpal Syahrul.

Baca juga: Kembangkan Food Estate, Kementan Garap 30.000 Hektar Lahan di Kalteng

Tak berhenti di situ, perdebatan pun berlanjut soal pembenihan padi di atas lahan tersebut. Sudin menilai, jika hanya mengandalkan traktor saja maka akan memakan waktu yang sangat lama, belum lagi jika petani tak paham menggunakannya.

Namun, Syahrul menyatakan, pihaknya menggunakan drone untuk mekanisme tabur benih. Sudin pun meragukan dan mempertanyakan apakah sistem ini sudah diujicobakan.

“Sudah pernah dicoba enggak menggunakan drone? Di wilayah mana dan berapa luasannya? Kita tidak cara demplot yah. Saya ini baru dengar lho tanam padi di tabur, mungkin saya bodoh karena enggak pernah sekolah pertanian. Besok kalau Covid-19 sudah selesai, saya akan ke Vietnam dan Thailand untuk belajar masalah itu tadi," papar Sudin.

Menanggapi hal tersebut, Dirjen Tanaman Pangan Kementan Sumarjo Gatot Irianto pun menjelaskan, mekanisme tabur untuk menanam padi sebenarnya sudah dilakukan di berbagai wilayah, seperti di Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Sumatera Selatan (Sumsel).

“Pola sistem tabur sudah biasa dilakukan baik di Kalteng, Kalsel, serta di Sumsel yakni Banyuasin, itu juga pakai tabur. Sehingga penggunaan benih itu 40-50 kilogram per hektar, tapi kalau sistem semainya itu cukup 25 kilogram per hektar,” jelas Gatot.

Mendapati informasi tersebut, Sudin meminta anggota DPR Komisi VI yang mewakili wilayah tersebut mengecek sistem tabur benih padi menggunakan drone tersebut.

“Kalau ada yang mau lihat langsung silakan, jadi penggunaan mekanisasi dan sistem tenknologi yang coba di dilakuan diintervensikan di sana (food estate Kalteng,“ kata Syahrul sembari menutup perdebatan.

“Kalau ada yang mau lihat langsung silakan, jadi penggunaan mekanisasi dan sistem teknologi yang coba dilakukan diintervensikan di sana (food estate Kalteng),“ kata Syahrul sembari menutup perdebatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com