Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR dan Mentan Debat Panas soal Food Estate di Kalteng, Mengapa?

Kompas.com - 14/09/2020, 14:41 WIB
Yohana Artha Uly,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

Mendapati rentetan pertanyaan tersebut, Syahrul pun menjelaskan, dari seluas 164.598 hektar yang dicanangkan untuk proyek food estate, sekitar 142.000 hektar yang bisa ditanami.

Dari angka tersebut, mengerucut lagi sekitar 82.000 hektar di antaranya sudah memiliki irigasi.

Kendati demikian, dari luasan lahan tersebut, sebanyak 30.000 hektar yang memang dinilai sangat layak ditanami, sehingga penanaman pun dilakukan pada tahun ini. Menurut dia, intervensi Kementan di lahan itu sudah dilakukan sejak April 2020 dan kini tengah masuk pada penanaman intensifikasi.

“Jadi kami yakin di 30.000 hektar itu kami bisa masuk, dan memang dengan kerja yang lebih kuat, serta irigasi di sana sudah dibenahi,” kata Syahrul.

Baca juga: Percepat Pengembangan Food Estate Kalteng, Kementan Beri Bantuan 379 Miliar

Sudin pun kembali mempertanyakan proyek tersebut, dengan menekankan kapasitas tenaga kerja untuk proyek tersebut. Ia kembali meragukan kecukupan tenaga kerja untuk merealisasikan food estate Kalteng pada tahun ini.

“Mungkin enggak dengan SDM-nya? Ini yang jadi pertanyaan saya. Jangan target setinggi langit pencapaian sedaki bukit, saya enggak mau targetnya terlalu tinggi, tapi tiba-tiba tidak tercapai,” kata dia.

“Kan nanti yang namanya enggak bagus siapa? Ya menteri. Nanti rakyat tinggal menghujat DPR-nya bodoh, mau saja dibohongi,” tegasnya.

Syahrul pun merespons dengan menyatakan bahwa saat ini sudah ada tenaga kerja yang akan menggarap lahan intensifikasi tersebut, mencakup para petani transmigran dari Pulau Jawa terdahulu, dan juga 300 orang Bintara Pembina Desa TNI AD (Babinsa).

“Kami juga menggunakan alat berat di sana, termasuk traktor yang sudah ada sebanyak 150 buah, diambil dari seluruh Kalteng untuk fokus penggarapan,” timpal Syahrul.

Baca juga: Kembangkan Food Estate, Kementan Garap 30.000 Hektar Lahan di Kalteng

Tak berhenti di situ, perdebatan pun berlanjut soal pembenihan padi di atas lahan tersebut. Sudin menilai, jika hanya mengandalkan traktor saja maka akan memakan waktu yang sangat lama, belum lagi jika petani tak paham menggunakannya.

Namun, Syahrul menyatakan, pihaknya menggunakan drone untuk mekanisme tabur benih. Sudin pun meragukan dan mempertanyakan apakah sistem ini sudah diujicobakan.

“Sudah pernah dicoba enggak menggunakan drone? Di wilayah mana dan berapa luasannya? Kita tidak cara demplot yah. Saya ini baru dengar lho tanam padi di tabur, mungkin saya bodoh karena enggak pernah sekolah pertanian. Besok kalau Covid-19 sudah selesai, saya akan ke Vietnam dan Thailand untuk belajar masalah itu tadi," papar Sudin.

Menanggapi hal tersebut, Dirjen Tanaman Pangan Kementan Sumarjo Gatot Irianto pun menjelaskan, mekanisme tabur untuk menanam padi sebenarnya sudah dilakukan di berbagai wilayah, seperti di Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Sumatera Selatan (Sumsel).

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com