Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi Ingatkan Kebijakan Pemerintah Pusat Bisa Picu Ketimpangan di Daerah

Kompas.com - 23/09/2020, 11:17 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Professor Cornell University, Iwan Jaya Aziz mengatakan, kebijakan ekonomi yang diputuskan dalam tingkat nasional belum tentu memiliki pengaruh baik bagi tingkat regional.

Bahkan, kebijakan ekonomi di tingkat nasional bisa saja membuat makin tingginya ketimpangan antara pusat dan daerah. Untuk itu, pengambilan kebijakan nasional harus berhati-hati dan menganalisis dampaknya.

"Poin yang paling penting adalah semua kebijakan di tingkat nasional ada pengaruh di tingkat regional. Kebijakan yang diambil di tingkat nasional mungkin berhasil baik atau tidak berdampak pada masalah regional development," kata Iwan dalam webinar West Java Economic Society, Rabu (23/9/2020).

Baca juga: Yogyakarta Masih Jadi Provinsi dengan Ketimpangan Tertinggi

Misalnya, kata Iwan, pemerintah mengambil kebijakan untuk memulihkan ekonomi dari resesi akibat Covid-19. Kebijakan itu diarahkan kepada pembangunan sektor industri yang dinilai memiliki efek berkesinambungan (multiplier effect). Akhirnya semua sumber daya dan dana diarahkan ke sektor industri tersebut.

Begitupun dengan pembangunan di sektor infrastruktur yang bertujuan untuk mengoneksikan dua daerah. Namun, dua daerah yang terkoneksi ini belum tentu mampu tumbuh secara beriringan.

"Misalnya pengeluaran industri dan infrastruktur dilakukan di Pulau Jawa, tujuannya untuk memberikan koneksi antara Jawa dan Sumatera. Pertumbuhan ekonomi nasionalnya akan naik, tapi tidak ada jaminan ketimpangan Jawa-Sumatera akan baik. Kemungkinan bisa saja memburuk," papar Iwan.

Baca juga: Seberapa Parah Ketimpangan Ekonomi di Indonesia?

Pria yang juga merupakan ekonom ini berujar, biaya yang dibayar pemerintah untuk memperbaiki ketimpangan antar daerah justru bisa memicu pertumbuhan yang tidak menjaga lingkungan (unsustainable environment).

"Saya lihat kita masih jauh dari sustainable development. Ada daerah yang ekonominya baik, tapi keadaan sosialnya, angka kemiskinannya, tidak baik. Ada lagi daerah yang ekonominya baik, tapi kualitas udaranya buruk sekali," pungkas Iwan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Transformasi Digital, BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

Transformasi Digital, BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com