Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti LIPI Soal UU Cipta Kerja: Pekerja Lebih Produktif, Tapi...

Kompas.com - 07/10/2020, 22:32 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Antara

Menurut Menaker, UU Cipta Kerja itu tetap mengatur ketentuan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang menjadi dasar penyusunan perjanjian.

Adapun tambahan tersebut di antaranya untuk pekerja atau buruh PKWT diberikan perlindungan tambahan berupa kompensasi ketika masa PKWT berakhir.

“Ada tambahan baru yang tidak dikenal dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, yang justru memberikan perlindungan pada pekerja PKWT yaitu kompensasi ke pekerja/buruh saat berakhirnya PKWT,” kata Ida.

Baca juga: Luhut Klaim Omnibus Law UU Cipta Kerja Tak Merugikan Rakyat

Dalam UU Cipta Kerja itu, lanjut dia, juga memasukkan prinsip pengalihan perlindungan hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya sepanjang obyek pekerjaan masih ada.

Menaker juga menyebutkan bahwa syarat-syarat perizinan perusahaan alih daya yang terintegrasi dalam Online Single Submission (OSS) juga diatur dalam UU Cipta Kerja ini sehingga ada pengawasan kepada perusahaan outsourcing yang tidak terdaftar.

UU Cipta Kerja, kata dia, juga mengatur ketentuan baru terkait pengaturan waktu kerja dan istirahat pada sektor usaha dan pekerjaan tertentu di era ekonomi digital, dan mengakomodasi tuntutan dari pekerja/buruh.

Tak hanya itu, perlindungan tambahan baru yakni UU Cipta Kerja ini menghapus ketentuan mengenai penangguhan pembayaran upah minimum.

“Tidak bisa ditangguhkan. Itu clear di UU Cipta Kerja,” kata Ida.

Baca juga: Menteri Edhy Tanggapi UU Cipta Kerja: Nelayan Kecil Paling Banyak Diuntungkan

Untuk memberikan penguatan perlindungan kepada pekerja/buruh, lanjutnya, Omnibus Law ini juga mengatur ketentuan pengupahan bagi sektor usaha mikro dan kecil.

“Perlindungan itu tidak hanya pada pekerja formal saja, juga harus memastikan perlindungan bagi pekerja sektor usaha mikro kecil,” kata Ida.

Dalam UU Cipta Kerja juga mengatur ketentuan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja dan pelatihan kerja, selain pesangon yang diberikan pengusaha.

“Adanya skema di samping pesangon yang diberikan pengusaha, pekerja mendapatkan JKP yang ini tidak dikenal dalam UU 13 tahun 2003,” kata dia lagi.

Namun Menaker tidak membeberkan besaran pesangon yang diberikan kepada pekerja kena PHK, termasuk besaran JKP yang akan diberikan. Adapun rincian uang pesangon diatur dalam pasal 156 UU Cipta Kerja.

Baca juga: Aturan Outsourcing, Warisan Megawati yang Diperbarui Jokowi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com