Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Pencucian Uang lewat LPI, Ini yang Dilakukan Pemerintah

Kompas.com - 18/12/2020, 18:36 WIB
Mutia Fauzia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan memastikan pengelolaan investasi yang dilakukan oleh Lembaga Pengelola Investasi (LPI) tidak menjadi ladang pencucian uang.

Sebab kata Kemenkeu, pada dasarnya dana yang dikelola tidak masuk langsung ke lembaga yang rencananya bakal mulai beroperasi tahun depan tersebut.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata menjelaskan dalam mengelola dana, nantinya LPI akan membentuk Dana Kelolaan Investasi bersama dengan investor lain.

Selain itu Isa memastikan, pemerintah juga akan secara selektif dalam memilih dana yang akan dikelola. Salah satunya dengan hanya menerima dana dari soeverign wealth fund (SWF) dengan reputasi yang baik.

"Jadi jangan sampai fund yang dibentuk untuk pencucian uang. Ini kami bisa pastikan kami akan menerima dana-dana itu dari SWF yang punya reputasi baik," ujar Isa dalam media briefing secara virtual, Jumat (18/12/2020).

Baca juga: BI Proyeksi Pembiayaan Korporasi Meningkat dalam 3 Bulan ke Depan

"Kalau SWF, kami punya keyakinan di negara-negaranya sendiri dijaga agar tidak menjadi tempat pencucian uang," sambung dia.

Di dalam pasal 42 PP Nomor 74 tahun 2020 tentang LPI dijelaskan, dalam melakukan pengelolaan aset, LPI dapat berinvestasi dengan mendirikan dana kelolaan investasi (fund) atau berpartisipasi dalam fund yang didirikan pihak ketiga.

Fund tersebut nantinya dapat berupa perusahaan patungan, reksa dana, kontrak investasi kolektif, atau bentuk lain. Status hukum dari fund tersebut bisa berupa badan hukum Indoneisa atau badan hukum lain.

Lebih lanjut Isa menjelaskan, LPI bakal berhati-hati dalam mengelola aset dengan lembaga institusional.

Namun ia meyakini kemitraan LPI dengan lembaga-lembaga tersebut akan dibatasi dan bisa dipastikan hanya akan bermitra dengan lembaga yang bereputasi baik.

"Kami kayanya sudah punya tingkat assurance yang cukup baik mengenai pencucian uang," ujar dia.

Baca juga: Investasi di Bank Jago, Gojek Pegang 22 Persen Saham

Kasus pencucian uang melalui lembaga investasi milik negara sebelumnya pernah terjadi di Malaysia.

Kasus pencucian uang tersebut menjerat mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak yang didakwa bersalah atas kasus korupsi 1Malaysia Development Berhad (1MDB).

1MDB adalah dana pemerintah yang diluncurkan pada 2009 dengan bantuan pemodal Malaysia Low Taek Jho, untuk membangun perekonomian Negeri Jiran tersebut.

Program itu diluncurkan sendiri oleh Najib, segera setelah ia didapuk sebagai Perdana Menteri Malaysia. 1MDB rencananya akan mendanai pembangunan pembangkit listrik dan aset-aset energi lainnya di Malaysia dan Timur Tengah, termasuk pembangunan real estate di Kuala Lumpur.

Dana tersebut diawasi secara ketat oleh Najib, dan dia memimpin dewan penasihatnya sampai 2016. Kecurigaan muncul pada 2014, saat terungkap 1MDB memiliki utang sebesar 11 miliar dollar AS (Rp 160 triliun).

Hingga akhirnya pihak berwenang mengatakan, Najib Razak secara ilegal menerima lebih dari 1 miliar dollar AS (Rp 14,5 triliun), yang setelah ditelusuri terkait dengan 1MDB.

Baca juga: Danone dan Google Beri Pelatihan Digital Pelaku Usaha Mikro

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penyaluran Kredit Ultra Mikro Capai Rp 617,9 Triliun di Kuartal I-2024

Penyaluran Kredit Ultra Mikro Capai Rp 617,9 Triliun di Kuartal I-2024

Whats New
Bayar Klaim Simpanan 10 BPR Bangkrut, LPS Kucurkan Rp 237 Miliar per April 2024

Bayar Klaim Simpanan 10 BPR Bangkrut, LPS Kucurkan Rp 237 Miliar per April 2024

Whats New
[POPULER MONEY] Mendag Zulhas: Warung Madura Boleh Buka 24 Jam | KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai, Imbas Boikot

[POPULER MONEY] Mendag Zulhas: Warung Madura Boleh Buka 24 Jam | KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai, Imbas Boikot

Whats New
Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Spend Smart
Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Spend Smart
Cara Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia dan Syaratnya

Cara Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia dan Syaratnya

Spend Smart
Lelang 7 Seri SUN, Pemerintah Kantongi Rp 21,5 Triliun

Lelang 7 Seri SUN, Pemerintah Kantongi Rp 21,5 Triliun

Whats New
Indosat Catat Laba Rp 1,29 Triliun di Kuartal I-2024

Indosat Catat Laba Rp 1,29 Triliun di Kuartal I-2024

Whats New
Adira Finance Cetak Laba Bersih Rp 432 Miliar pada Kuartal I-2024

Adira Finance Cetak Laba Bersih Rp 432 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Inaplas Dukung Pemerintah Atasi Polusi Sampah Plastik

Inaplas Dukung Pemerintah Atasi Polusi Sampah Plastik

Whats New
Program Pemberdayaan Daerah Gambut di Bengkalis oleh PT KPI Mampu Tingkatkan Pendapatan Masyarakat

Program Pemberdayaan Daerah Gambut di Bengkalis oleh PT KPI Mampu Tingkatkan Pendapatan Masyarakat

Whats New
Astra Internasional Bakal Tebar Dividen Rp 17 Triliun, Simak Rinciannya

Astra Internasional Bakal Tebar Dividen Rp 17 Triliun, Simak Rinciannya

Whats New
Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Whats New
Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Whats New
Laba Bersih BNI Naik 2,03 Persen Menjadi Rp 5,3 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Bersih BNI Naik 2,03 Persen Menjadi Rp 5,3 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com