Oleh: Frangky Selamat
"PEMERINTAH Ingin Kembangkan Wisata Medis", demikian judul sebuah artikel yang tayang di Kompas.com pada 18 Agustus 2020.
Berita tersebut tentu tidak mengejutkan karena sejumlah pemerhati wisata telah mengungkapkan betapa besar potensi yang dimiliki Indonesia untuk mengembangkan wisata medis.
Pada akhir November 2020 lalu, sejumlah media juga memberitakan minat investor Jepang untuk membangun fasilitas kesehatan di Bali yang nantinya akan menjadi pusat wisata kesehatan (health tourism).
Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir menyebutkan bahwa pemerintah telah memiliki tanah seluas 49 hektar di Sanur, Bali, yang ditawarkan kepada investor Jepang untuk membangun layanan kesehatan di sana.
Riuh rendah pemberitaan mengenai wisata medis (medical tourism) dan wisata kesehatan, tetapi belum semua satu pemahaman mengenai apa arti istilah-istilah itu. Tidak jarang menimbulkan kesalahkaprahan.
Baca juga: Pemerintah Ingin Kembangkan Wisata Medis
Istilah wisata kesehatan sendiri digunakan pertama kali pada 1973 yang merujuk pada sebuah tur yang menggunakan fasilitas kesehatan seperti air, iklim, dan lingkungan alam di negara yang dikunjungi.
Connel (2013) mengindikasikan bahwa belum ada definisi yang pasti mengenai istilah wisata kesehatan.
Selain itu, belum ada organisasi global yang memiliki otoritas untuk menetapkan definisi dan mendorong penggunaan istilah yang tepat.
Helmy (2011) merujuk wisata kesehatan pada topik yang menyangkut healthcare, health assessment, surgery, beauty, healing, plastic surgery, spa, rehabilitasi dan penyembuhan dengan aktivitas kesenangan dan rekreasi di tempat destinasi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.