Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2020: Jalan Terjal Eskpor Benih Lobster

Kompas.com - 29/12/2020, 10:30 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

"Saya tidak peduli akan dibully seperti apa mengelola negeri ini selama saya yakin tujuannya mulia membela rakyat. Saya tidak peduli gambar saya dibikin telanjang, yang penting rakyat saya masih bisa makan. Yang penting saya didukung komisi IV," papar dia.

Penerbitan Juknis berujung Mundurnya Dirjen

Usai Peraturan Menteri disahkan, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap saat itu, M. Zulficar Mochtar mundur dari jabatannya. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap memang menangani isu-isu krusial, seperti penentuan alat tangkap dan pelarangan ekspor benih lobster.

Entah ada hubungannya dengan pelegalan ekspor benur atau tidak, yang pasti Zulficar meminta maaf memilih langkah yang tidak populer.

Baca juga: 2 Pejabat KKP Mundur, Edhy Prabowo: Saya Pikir Itu Hak

"Saya mohon maaf memilih langkah yang tidak populer. Mundur. Bukan untuk gagah-gagahan. Sederhana saja: prinsip jangan ditawar, jabatan bukan segalanya," ucapnya kala itu.

Wakil Ketua Umum Bidang Konservasi dan Keberlanjutan Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik Kementerian Kelautan dan Perikanan, Chalid Muhammad, juga mundur.

Saat itu Chalid diketahui masih berstatus sebagai Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Dalam beberapa hal, boleh jadi KNTI memberikan dukungan atas kebijakan KKP dan boleh jadi akan menentangnya bila kebijakan tersebut berdampak buruk bagi nelayan.

Dalam surat pengunduran dirinya, Chalid meminta Edhy Prabowo untuk mengevaluasi Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik dalam setiap pengambilan keputusan.

Pihak-pihak yang memiliki kepentingan langsung atas kebijakan yang akan dikonsultasikan, sebaiknya tidak menjadi bagian dari kelembagaan yang menyelenggarakan konsultasi publik.

Para pihak tersebut sebaiknya menjadi peserta aktif dalam proses konsultasi, agar semua kepentingan dari konstituen masing-masing dinyatakan terbuka dalam proses konsultasi publik. Dia pun meminta nelayan dan pelaku usaha dilibatkan.

Kendati dua staf penting dalam KKP mundur, kebijakan ekspor tetap berlanjut.

Belum budidaya, sudah bisa ekspor

Benar kata Susi Pudjiastuti, Pembudidaya lobster asal Lombok Timur, Amin Abdullah menyaksikan bahwa pengusaha sikut-sikutan merekrut nelayan. Para pengusaha itu merekrut nelayan agar mereka bisa diajak kerja sama dalam pengambilan benur. Lalu, para pengusaha mendaftarkan nelayan ke KKP.

Lebih mengherankan, para pengusaha itu justru sudah bisa mengekspor benur sebelum melakukan budidaya.

Padahal dalam Permen 12/2020 dan petunjuk teknis (Juknis), ekspor benur bisa dilakukan usai pengusaha menghasilkan panen dari budidaya berkelanjutan dan melepas sekitar 2 persen dari hasil budidayanya.

Selang beberapa bulan Permen terbit, para eksportir sudah lenggang saja mengekspor benur menggunakan jasa kargo. Sedangkan untuk panen lobster, pelaku usaha biasanya membutuhkan waktu paling cepat 8-12 bulan.

"Darimana ini kok bisa teman-teman eksportir ekspor benih sementara Permen berbunyi seperti itu?," tutur Amin terheran-heran.

Mulai tercium ada yang tidak beres

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya praktik persaingan usaha tidak sehat (monopoli) dalam ekspor benur. Ekspor benur hanya dilakukan di satu titik saja. KPPU telah memantau dugaan praktik monopoli perusahaan logistik ini sejak November 2019.

Di sisi lain, KKP membantah dan menegaskan tidak menunjuk perusahaan logistik (freight forwarding) tertentu untuk mengekspor benih lobster (benur) ke luar negeri.

Bantahan disampaikan langsung oleh Staf Khusus Menteri KP, Andreau Pribadi yang juga merupakan Ketua Tim Uji Tuntas (due diligence) Ekspor Benih Lobster.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com