Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Ungkap Kelemahan Tata Kelola Keuangan Papua dan Papua Barat

Kompas.com - 26/01/2021, 17:41 WIB
Mutia Fauzia,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan beberapa kelemahan terkait tata kelola keuangan Provinsi Papua dan Papua Barat.

Sri Mulyani menjelaskan, kelemahan tata kelola keuangan tersebut yang menjadi penyebab kedua provinsi tersebut masih tertinggal bila dibanding wilayah lain.

Salah satu kelemahan tata kelola keuangan tersebut yakni kepatuhan penyampaian APBD yang cenderung masih rendah. Untuk Papua, tingkat kepatuhannya sebesar 33 persen dalam tiga tahun terakhir, dan untuk Papua Barat sebesar 29 persen.

Baca juga: Komoditas Apa yang Paling Banyak Diekspor dari Tanah Papua?

"Kepatuahan penyampaian APBD sekitar 33 persen. Pemda Papua dalam tiga tahun terakhir belum penuhi kepatuhan APBD untuk Papua. Papua Barat 29 persen, pemdanya dalam tiga tahun terakhir belum memenuhi penyampaian APBD," jelas Sri Mulyani ketika melakukan rapat kerja dengan Komite I DPD RI, Selasa (26/1/2021).

Selain itu, menurut Sri Mulyani, pelaksanaan administrasi keuangan baik Papua dan Papua Barat belum optimal.

Dia menjelaskan, Provinsi Papua mencatatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam laporan keuangannya.

Namun, sebanyak 51,7 persen kabupaten/kota yang masih mendapat opini disclaimer dan adverse pada tahun 2014 hingga 2018.

Sedangkan untuk Papua Barat, sebanyak 38,5 persen kabupaten atau kota tercatat berstatus wajar dalam pengecualian (WDP).

Baca juga: Pertamina Heran Minyak Tanah di Papua dan Maluku Selalu Langka Setiap Awal Tahun

"Berarti ada masalah administratif kepatuhan standar akuntansi dan pelaporan yang tidak terpenuhi atau adanya kasus atau isu yang menyebabkan adverse atau disclaimer," jelas Sri Mulyani.

Masalah lain yakni terkait sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) APBD yang cenderung tinggi.

Berdasarkan catatannya, untuk Papua, tercatat rata-rata dana otsus selama tujuh tahun terakhir tersisa sebesar Rp 528,6 miliar dan DTI sebesar Rp 389,20 miliar.

Khusus di tahun 2019, sisa anggaran bahkan mencapai Rp 1,7 triliun.

Sedangkan di Papua Barat, rata-rata sisa dana otsus selama tujuh tahun terakhir sebesar Rp 275,2 miliar dan DTI sebesar Rp 109,1 miliar.

Baca juga: Angkut Sembako, Kapal Tol Laut Tiba di Papua

Khusus di tahun 2019 mencapai Rp 370,7 miliar.

Dari sisi tata kelola pemerintahan, kedua wilayah tersebut juga masih lemah.

Berdasarkan nilai monitoring center yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Provinsi Papua mendapat nilai 34 persen atau menjadi yang terendah kedua.

Sementara Papua Barat mendapat nilai 31 persen atau terendah pertama.

"Jadi Papua Barat 31 persen terendah, dan Papua 34 persen terendah kedua, terbawah. Nilai tertinggi 91 persen yakni DKI Jakarta," jelas Sri Mulyani.

Di sisi lain, Sri Mulyani menilai tata kelola keuangan yang lemah juga tercermin dari kekosongan regulasi di kedua provinsi tersebut.

Tercatat di Papua ada 4 dari 13 Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) dan 5 dari 18 Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) yang belum ditetapkan.

Sedangkan di Papua Barat, ada 4 dari 13 Perdasus dan 12 dari 18 Perdasi yang belum ditetapkan.

Terakhir, belanja pendidikan dan kesehatan di kedua wilayah tersebut masih rendah.

Untuk Provinsi Papua tercatat anggaran untuk pendidikan sebesar 13,8 persen dan kesehatan sebesar 8,7 persen.

Sedangkan Papua Barat, anggaran pendidikan sebesar 14,33 persen dan kesehatan sebesar 7,6 persen.

"Dibutuhkan monitoring evaluasi yang lebih efektif, untuk Papua sendiri, karena dana ini disediakan kebaikan kesejahteraan Papua. Dari sisi perencanaan yang belum memadai yang belum ada desain dan tentu dalam hal ini perlu adanya usulan yang memang sudah direncanakan dan dirancang dengan baik ketika anggaran diberikan, sehingga tidak ada sisa," jelas Sri Mulyani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com