Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Kasus BP Jamsostek dan Upaya Menepis Trauma Jiwasraya dan Asabri

Kompas.com - 11/02/2021, 10:27 WIB
Muhammad Choirul Anwar,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi


KOMPAS.com – Dugaan korupsi yang terjadi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek makin ramai diperbincangkan publik.

Hal ini terjadi tak berselang dari kasus yang menjerat PT Asuransi Jiwasraya dan Asabri. Praktis, citra lembaga keuangan Tanah Air berpotensi kian tercoreng usai trauma dua kasus tersebut.

Meski begitu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai adanya perbedaan dari kasus BP Jamsostek dengan Jiwasraya dan Asabri. Sorotan utama Apindo adalah mengenai pemeriksaan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan yang mengalami penurunan nilai (unrealized loss) sebesar Rp 43 triliun.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, fenomena penurunan nilai investasi adalah hal lumrah dalam pasar modal. Menurutnya hal itu terjadi akibat faktor pandemi Covid-19.

Baca juga: Gara-gara Kudeta, AS Bekukan 1 Miliar Dollar AS Aset Myanmar

Ia mengatakan, bila pandemi Covid-19 sudah teratasi, maka pasar saham akan mengalami pemulihan (rebound). Saat ini saja, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah merangkak naik ke atas 6.000.

"Sehingga boleh dibilang penurunan nilai investasi itu karena situasi pandemi. Sekarang kita lihat kondisi IHSG sudah naik di atas 6.000. Jadi nanti tinggal nunggu saja penurunan nilai itu nanti akan terkoreksi," kata Hariyadi dalam konferensi virtual, Rabu (10/2/2021).

Hariyadi menuturkan, pemulihan yang sudah terjadi di pasar saham sudah mengerek turun unrealized loss yang dialami BPJS Ketenagakerjaan.

Seiring dengan membaiknya IHSG, penurunan nilai saham turun menjadi Rp 14 triliun pada Januari 2021 dari sebesar Rp 43 triliun pada periode Agustus-September 2020.

Hal ini pun sudah dilaporkan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto saat bertandang ke kantor Apindo pekan lalu.

"Saya dilaporkan dari penurunan nilai Rp 43 triliun, lalu sudah berangsur membaik. Ya ini memang begitu pasar modal. Sebetulnya tidak ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan karena situasi seperti itu," ungkap dia.

Baca juga: Sandiaga Uno: Yang Kena PHK Jadi Penjual Jamu, Omzet Naik 300 Persen

Lebih lanjut dia menuturkan, BPJS Ketenagakerjaan sangat rigid alias ketat dalam mengelola investasi. Semua saham dalam portofolio investasi ditaruh di saham-saham berkategori LQ45. Saham LQ45 ini adalah saham perusahaan yang sudah terverifikasi memiliki fundamental yang bagus.

"Saya pernah jadi anggota Dewan Pengawas BP Jamsostek dari tahun 2007-2015. Dan saya ikut jadi Dewan Pengawas peralihan ke BPJS Ketenagakerjaan. Dari tahun 2007 kami sudah letakkan dasar-dasar yang sangat rigid masalah investasi ini," tandasnya.

Karena itu, Hariyadi Sukamdani mengatakan, perusahaan pemberi kerja tidak perlu khawatir berlebihan karena perbedaan kasus tersebut. Menurutnya, Jiwasraya dan Asabri adalah kasus yang menjadi permasalahan hukum.

"Berbeda sekali BPJS Ketenagakerjaan dengan Asabri atau Jiwasraya yang sekarang tengah terjadi sorotan permasalahan hukum. Kami memandang perlu menyampaikan pendapat supaya masyarakat khususnya perusahaan pemberi kerjanya tidak khawatir. Ini perlu kita luruskan," kata Hariyadi.

Hariyadi memastikan, pengawasan di BPJS Ketenagakerjaan cukup ketat. Sebab, semua stakeholder turut mengawasi, mulai dari perwakilan pengusaha/pemberi kerja, serikat pekerja, pemerintah, dan tokoh masyarakat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com