JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah memperkuat perlindungan hak ekonomi dari Pencipta/Pemegang hak cipta dan pemilik produk hak terkait atas lagu dan/atau musik.
Terbaru, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 terkait Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik pada 30 Maret 2021 lalu.
Dalam PP Nomor 56 Tahun 2021 tertuang banyak hal, termasuk di antaranya kewajiban pembayaran royalti bagi setiap orang yang menggunakan lagu atau musik secara komersial dan ataupun pada layanan publik.
Nantinya, royalti yang ditarik dari pengguna komersial ini akan dibayarkan kepada pencipta atau pemegang hak cipta lagu dan/atau musik melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Komisioner LMKN, Marulam Juniasi Hutauruk mengatakan terkait PP 56/2021 bertujuan untuk mendukung ekosistem dunia kreatif (musik) yakni dengan kewajiban membayar royalti.
Baca juga: Soal Aturan Royalti Lagu dan Musik, Ini Permintaan Pengusaha Hiburan
“Karena musik tersebut telah menjadi added value, bahkan terkadang jadi unsur utama di dalam bisnisnya,” kata Marulam saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (13/4/2021).
Ia menambahkan, skema tarif royalti pemutaran musik di tempat umum yang dijadikan kepentingan bisnis telah ditentukan di dalam keputusan menteri Hukum dan HAM tahun 2016.
Berdasarkan data dari website resmi LMKN, berikut ini adalah besaran tarif royalti pemutaran musik berdasarkan sektornya, diantaranya tarif royalti untuk penyelenggaraan seminar dan konferensi komersial sebesar Rp 500.000 per hari.
Untuk tarif royalti restoran dan kafe ditentukan berdasarkan tiap kursi per tahun dengan besaran harga Rp 60.000 untuk royalti pencipta maupun royalti hak terkait.
Sedangkan tarif royalti pub, bar dan bistro ditentukan tiap meter persegi per tahun dengan besaran Rp 180.000 per meter persegi per tahun untuk royalti pencipta maupun royalti hak terkait.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.