JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB, dengan outlook negatif.
Dalam laporannya, S&P menyatakan, peringkat Indonesia dipertahankan pada level BBB dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat dan rekam jejak kebijakan yang berhati-hati yang tetap ditempuh otoritas.
Merespons hal tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, afirmasi rating Indonesia tersebut menunjukkan bahwa di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, pemangku kepentingan internasional tetap memiliki keyakinan yang kuat atas terjaganya stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa Capai Angka 5 Persen, asal...
"Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional," tuturnya dalam keterangan tertulis, dilansir Jumat (23/4/2021).
Di sisi fiskal, dalam jangka pendek, S&P memperkirakan Pemerintah akan mempertahankan kebijakan fiskal yang ekspansif untuk mendorong pemulihan ekonomi, sehingga defisit fiskal akan lebih tinggi dibandingkan rata-rata historisnya.
S&P memandang dukungan fiskal masih dibutuhkan untuk mitigasi dampak pandemi dan mendukung pemulihan ekonomi.
Baca juga: Sepanjang 2021, Pemerintah Sudah Tarik Utang Rp 328,5 Triliun
Selanjutnya, S&P memperkirakan bahwa Pemerintah akan secara bertahap mengembalikan kebijakan fiskal ke arah yang lebih prudent.
Laporan tersebut juga mencatat, BI memiliki peran dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan meredakan guncangan ekonomi dan keuangan.
Langkah Bank Indonesia untuk membeli surat berharga pemerintah di pasar primer sebagai last resort, dinilai dapat membantu pemerintah mengelola kebutuhan pendanaan dan menurunkann beban bunga ketika pasar keuangan sedang mengalami tekanan.
"S&P memandang langkah ini tidak terindikasi memberikan dampak signifikan terhadap inflasi dan imbal hasil obligasi," ucap Perry.
Baca juga: Bertemu Delegasi S&P, Menko Airlangga Sampaikan Strategi Pemulihan Ekonomi
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.