Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei: 77,1 Persen Keluarga Miskin Tak Kurangi Konsumsi Rokok Selama Pandemi

Kompas.com - 01/07/2021, 18:48 WIB
Ade Miranti Karunia,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Survei Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menunjukkan bahwa sebanyak 77,1 persen responden dari keluarga miskin menyatakan tidak menurunkan konsumsi rokoknya selama pandemi, bahkan cenderung meningkat.

Survei tersebut digelar di lima wilayah aglomerasi utama di Indonesia yaitu Jakarta Raya (Jabodetabek), Semarang Raya, Surabaya Raya, Medan Raya dan Makassar Raya.

Survei dilakukan kepada 1.013 kepala keluarga miskin secara tatap muka.

Baca juga: Gapero Minta Pemerintah Beri Kepastian Terkait Tarif Cukai Rokok

Sebanyak 73,2 persen kepala rumah tangga dan pencari nafkah mempertahankan pengeluaran rokoknya meski kondisi ekonomi menurun.

"Dengan kata lain, pengeluaran kebutuhan lain yang turun atau bahkan ditiadakan agar dapat terus merokok dengan kuantitas yang sama," kata Direktur IDEAS Yusuf Wibisono dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/7/2021).

Dari hasil survei tersebut, sebesar 39,7 persen responden mengaku rela membeli lebih mahal rokok pilihannya, yang di masa pandemi harganya meningkat.

Sebesar 21,2 persen responden menurunkan pengeluaran rokoknya di masa pandemi, meski hal ini tidak selalu berimplikasi pada turunnya konsumsi rokok.

"Mereka di antaranya mengaku pada masa pandemi beralih ke rokok dengan harga yang lebih murah. Berpindah ke rokok murah membuat perokok miskin mempertahankan kuantitas konsumsi rokoknya dengan pengeluaran yang lebih rendah," ujar Yusuf.

Baca juga: Bank Dunia Rekomendasikan Indonesia Naikkan Tarif Cukai Rokok Untuk Dongkrak Pendapatan Negara

Yusuf menambahkan, pengeluaran rokok rata-rata keluarga miskin turun hingga 10 persen, dari Rp 406.000 menjadi Rp 364.000 per bulan.

Meski secara nominal turun, tetapi secara riil beban pengeluaran rokok keluarga miskin tidak menurun antara sebelum dan saat pandemi.

Dia menambahkan, proporsi pengeluaran rokok pada pengeluaran utama keluarga miskin tidak berubah di kisaran 15 persen, baik sebelum maupun saat pandemi.

Malah krisis akibat pandemi tidak membuat keluarga miskin mengurangi beban pengeluaran rokoknya.

Dalam survei tersebut, terlihat bahwa perokok di keluarga miskin didominasi laki-laki dengan posisi sebagai ayah (suami) dan anak laki-laki, mencapai 89,4 persen responden perokok.

Baca juga: Pengusaha Rokok Klaim Revisi PP 109/2012 Sebabkan Pabrik Gulung Tikar

"Prevalensi (jumlah) perokok di keluarga miskin rata-rata 11,3 persen, dengan konsumsi rokok rata-rata mencapai 8,6 batang per hari, dimana prevalensi perokok tertinggi adalah ayah (suami) yang mencapai 45,1 persen," ucap Yusuf.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com