Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung Membengkak Rp 27,74 Triliun

Kompas.com - 10/10/2021, 23:06 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung tengah jadi sorotan. Ini karena beberapa BUMN yang menggarap proyek tersebut kondisi keuangannya tengah mengap-mengap.

Sebagai rencana menyelamatkan proyek kerja sama Indonesia-China itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemudian meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Dalam Pasal 4 Perpres Nomor 93 Tahun 2021, Jokowi mengizinkan penggunaan dana APBN untuk membiayai Kereta Cepat Jakarta Bandung. Padahal sebelumnya, Jokowi beberapa kali tegas berjanji untuk tidak menggunakan uang rakyat sepeser pun untuk mega proyek tersebut.

Sebelumnya beberapa waktu lalu, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT KAI (Persero) Salusra Wijaya mengatakan kebutuhan investasi proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) membengkak atau mengalami cost overrun (kelebihan biaya) menjadi 8 miliar dollar AS atau setara Rp 114,24 triliun.

Baca juga: Kilas Balik Kereta Cepat: Ditolak Jonan, Kini Mau Pakai Duit APBN

Menurut Salusra, estimasi tersebut turun dari perkiraan pembengkakan awal mencapai 8,6 miliar dolar AS atau Rp 122,8 triliun hingga 11 miliar dollar AS atau Rp 156,8 triliun.

"Jadi perkiraan awalnya itu akan berkembang menjadi 8,6 miliar dollar AS yaitu waktu dibuat estimasinya pada November 2020 oleh konsultan PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) dan estimasi konsultan PSBI itu bahkan mencapai antara 9,9 miliar dollar AS hingga 11 miliar dollar AS," kata Direktur Keuangan & Manajemen Risiko KAI Salusra Wijaya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR, 1 September 2021 lalu. 

Salusra menjelaskan biaya awal pembangunan KCJB adalah 6,07 miliar dollar AS atau sekitar Rp 86,5 triliun. Dengan adanya perkiraan pembengkakan anggaran mencapai 8 miliar dollar AS artinya terdapat kenaikan sekitar 1,9 miliar dollar AS atau setara Rp 27,09 triliun.

"Jadi ada kenaikan kira-kira 1,9 miliar dollar AS dengan komposisi yaitu Engineering, Procurement and Construction (EPC) dan Non-EPC 80 persen banding 20 persen," jelasnya.

Baca juga: Alasan Proyek Kereta Cepat Pakai APBN: Keuangan Pemegang Saham Macet

Dalih Kementerian BUMN

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyebut bahwa pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung adalah hal wajar.

Dia menyebut, adanya pandemi Covid-19 menjadi biang kerok terhambatnya proyek ini yang pada akhirnya berdampak pada biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung bengkak.

“Jadi hanya kemarin masalah corona ini membuat semuanya jadi terhambat, jadi jangan diplintir ini ada hal-hal lain dan sebagainya gitu ya,” ungkap Arya Sinulingga.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga di DPR RI, Jakarta, Selasa (25/2/2020).Kompas.com/AKHDI MARTIN PRATAMA Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga di DPR RI, Jakarta, Selasa (25/2/2020).

“Dan pembengkakan-pembengkakan itu adalah hal yang wajar, namanya juga pembangunan awal dan memang itu membuat beberapa hal agak terhambat,” sambungnya.

Baca juga: Ini Janji Jokowi soal Kereta Cepat Tanpa APBN yang Kini Sudah Diralat

Arya menilai, dalam pelaksanaan dan progresnya, sebenarnya capaian proyek ini sangat bagus karena sudah mencapai hampir 80 persen.

Dengan capaian itu, pemerintah ingin pembangunan ini terus berlanjut dan jangan sampai tertunda. Karena itu, pemerintah memutuskan adanya pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung pakai APBN.

“Di mana-mana kemunduran-kemunduran yang sebelumnya itu akan menaikkan cost, itu sudah pasti. Jadi inilah langkah yang harus diambil supaya pembangunan yang 80 persen dan sangat bagus ini, itu bisa tetap terlaksana,” tegasnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com