KOMPAS.com - Ingin investasi reksadana tapi yang sesuai prinsip syariah? Jika iya, tenang saja, temukan kenyamanan dari layanan dan produk Reksadana Syariah.
Cocok bagi sebagian orang yang memiliki pertimbangan jika berinvestasi tidak melulu soal keuntungan (return), tetapi juga keberkahan atau prinsip kebaikan yang diusungnya.
Berikut adalah ulasan yang disampaikan oleh Mahendra Koesumawardhana, Kepala Unit Usaha Syariah Bank OCBC NISP.
Baca juga: Tips Investasi Saham bagi Pemula
Reksadana syariah adalah produk bursa efek berupa kumpulan modal yang dikelola secara syariah oleh Manajer Investasi (MI). Kumpulan modal dari masyarakat ini berikutnya akan disalurkan dalam bentuk surat-surat berharga seperti obligasi, surat saham, dan sukuk.
Dalam proses pengelolaannya, produk syariah satu ini terjamin halal. Hal tersebut dikarenakan manajer investasinya tidak diizinkan memilih instrumen investasi yang melanggar syariat Islam.
Selain itu, akad reksadana ini menggunakan akad mudharabah. Di mana seluruh pertukaran nilai antara investor dan MI terjadi tanpa mengurangi hak investor atas modal.
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 20/DSN-MUI/IV/2001, disebutkan bahwa hukum reksadana syariah adalah mubah (diperbolehkan).
Setelah membahas pengertian reksadana syariah dan hukumnya, kali ini akan dibahas perbedaan reksadana syariah dan konvensional, selengkapnya berikut ini:
Perbedaan reksadana syariah dan konvensional paling fundamental terletak di pembagian hak dan risiko.
Dalam reksadana konvensional, masyarakat pemilik modal dianggap sebagai orang yang membutuhkan manajer investasi.
Oleh karenanya, pemilik modal wajib mengikuti syarat dan peraturan yang ditetapkan manajer investasi, termasuk soal biaya pengelolaan investasi dan pembagian dividen.
Sementara itu dalam reksadana versi syariah, pemilik modal dan manajer investasi memiliki posisi setara dan sama-sama saling membutuhkan.
Pemilik modal membutuhkan keahlian manajer investasi untuk membantu pengelolaan modal. Sementara itu, manajer investasi membutuhkan pemilik modal untuk merekrut dan memberi mereka upah.
Tidak semua instrumen di Bursa Efek diizinkan menerima investasi dari rumpun syariah. OJK telah membuat aturan soal ini dan mengeluarkan Daftar Efek Syariah (DES) sebagai panduan pengambilan keputusan manajer investasi.
Selain itu, manajer investasi juga tidak diperbolehkan menaruh dana pada emiten yang jumlah hutangnya melebihi modal perusahaan.