Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Garuda dan Industri Penerbangan

Kompas.com - 05/11/2021, 17:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDUSTRI penerbangan dapat mengindikasikan ukuran kemajuan sebuah negara di bidang sains dan teknologi. Di samping itu lebih jauh lagi bagi sebuah negara yang memiliki kawasan yang luas, maka industri penerbangan akan sangat berperan pula dalam hal pengelolaan sistem transportasi khususnya di dalam negeri.

Bila berbicara tentang industri penerbangan maka pada umumnya yang menjadi fokus perhatian utama adalah maskapai penerbangan dan aircraft manufacture. Keduanya berkaitan erat dengan sistem transportasi, dalam hal ini moda angkutan udara.

Khusus mengenai maskapai penerbangan sebagai sarana utama pada pola penyelenggaraan moda angkutan udara perkembangannya sangat dinamis bahkan cenderung fantastis.

Teknologi pesawat terbang baru dimulai pada tahun 1903 ketika Wright Bersaudara berhasil menerbangkan pesawat terbang pertama di Kill Devil Hill, North Carolina. Hanya 66 tahun setelah itu, teknologi penerbangan sudah dapat menciptakan pesawat yang mampu terbang dengan kecepatan 3 X kecepatan suara.

Di tahun yang sama, teknologi penerbangan juga sudah mampu mendaratkan manusia di permukaan Bulan. Sebuah dinamika kemampuan yang tidak hanya dinamis akan tetapi sekaligus juga fantastis.

Baca juga: Menyongsong Rebound Penerbangan Nasional

Menghadapi kemajuan teknologi penerbangan yang sangat cepat berkembang, Indonesia termasuk negara yang berada pada jajaran depan dalam konteks telah memiliki visi kedirgantaraan. Di tahun 1955 Indonesia sebagai negara kepulauan belum memiliki Dewan Kelautan akan tetapi sudah memiliki Dewan Penerbangan.

Sebelum itu, pada tahun 1952 Indonesia sudah mendirikan Akademi Penerbangan Indonesia (API). Lembaga pendidikan yang merupakan refleksi dari visi kedirgantaraan nasional dalam kerangka mengantisipasi kemajuan teknologi penerbangan yang dinamis itu.

Di API itulah dididik antara lain para calon pilot, teknisi dan tenaga air traffic controller. Pendidikan yang diselenggarakan oleh Negara bagi para pemuda Indonesia lulusan SMA dan atau STM sederajat tanpa bayar alias gratis. Tenaga-tenaga pilot dan teknisi lulusan API itulah yang mengisi jajaran awak pesawat dan teknisi dari maskapai penerbangan Garuda dan Merpati Nusantara Airlines.

Lulusan API yang dikelola dengan merujuk kepada standar internasional memang terjaga kualitasnya. Tercatat dalam beberapa tahun yang lalu API bahkan sempat menjadi ajang pendidikan favorit bagi calon pilot dan teknisi luar negeri.

Sayangnya, API tidak atau belum terdengar membuka jurusan manajemen penerbangan khususnya program studi airline business dan airport management. Apabila sudah ada, paling tidak perkembangan karier dari mereka yang masuk dalam jajaran manajemen airlines dan airport tidak terlihat mengalir dari lembaga pendidikan dan tahapan karier sampai top management.

Hal inilah yang menyebabkan Indonesia masih sangat kekurangan tenaga ahli dalam pengelolaan maskapai penerbangan dan juga bandara. Sangat jelas terlihat bahwa kualitas SDM bidang penerbangan khususnya pilot dan teknisi Indonesia tidak ketinggalan dari dinamika perkembangan di tingkat global. Tidak demikian halnya yang terlihat di permukaan dalam hal manajemen maskapai penerbangan dan pengelolaan bandara.

Sudah lebih dari 70 tahun Indonesia merdeka, sampai sekarang ini kita belum berhasil menyaksikan sebuah maskapai penerbangan yang mapan, sehat, dan sukses. Demikian pula halnya dengan kemampuan mengelola bandara.

Penggunaan Cengkareng International Airport yang gagal mengantisipasi pertumbuhan penumpang telah berakibat fatal. Kelebihan penumpang terpaksa dialihkan ke Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, yang jelas jelas mengganggu operasional penerbangan militer.

Baca juga: Bandara Halim Dikaji untuk Ditutup, Hanya untuk Militer dan Charter

Pembangunan beberapa bandara dengan biaya triliunan rupiah ternyata berakhir mubazir seperti yang terjadi di Kertajati. Kesemua itu dapat dimaklumi karena kita memang belum mempersiapkan lembaga pendidikan khusus bagi sdm di bidang manajemen airport dan airlines.

Berita hangat belakangan ini adalah mengenai nasib maskapai penerbangan Garuda Indonesia yang secara periodik seolah tanpa henti selalu mengalami masalah kesulitan keuangan. Banyak maskapai penerbangan lainnya yang sudah gulung tikar, diantaranya maskapai penerbangan Perintis Merpati Nusantara Airlines (MNA) dan beberapa lainnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com