Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luhut Sebut Puluhan Tahun RI Tergantung Komoditas Mentah, Ekspor Jadi Kerap Merosot

Kompas.com - 22/11/2021, 13:01 WIB
Ade Miranti Karunia,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia bercita-cita lepas dari statusnya sebagai negara berkembang dan menjadi negara maju pada tahun 2045.

Oleh karena itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar para dosen, mahasiswa dan para alumni yang hadir di Civitas Akademika Fakultas Geologi Universitas Padjajaran (Unpad), dapat berpikir inovatif dan out of the box soal pengolahan komoditas mentah.

Pasalnya, kekayaan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia telah bergantung pada komoditas mentah selama puluhan tahun.

Baca juga: Industri Pengolahan Susu Masih Bergantung Impor, Kok Bisa?

 

Luhut menambahkan, ketergantungan terhadap komoditas mentah dapat berakibat fatal mengingat harga komoditas sangat fluktuatif.

Contoh dampak negatif dari ketergantungan tersebut adalah menurunnya angka ekspor Indonesia ketika commodity boom berakhir setelah tahun 2013.

"Ketergantungan ini pun mengganggu jalannya industrialisasi, karena membuat kita cenderung berpuas diri, terutama ketika harga komoditas dunia sedang tinggi. Padahal, banyak faktor eksternal yang mempengaruhi harga tersebut," kata Luhut dikutip melalui siaran persnya, Senin (22/11/2021).

Belajar dari pengalaman pahit tersebut, pemerintah telah berupaya supaya Indonesia dapat melakukan hilirisasi sumber daya mineralnya.

Baja, misalnya, nilai ekspornya pada 2020 mencapai 10,9 miliar dollar AS, hampir 10 kali nilai ekspor pada 2014 sebesar 1,1 miliar dollar AS.

Baca juga: Jokowi: Tahun Depan Mungkin Indonesia Bisa Setop Ekspor Bauksit

Pembangunan ini juga berimbas ke meningkatnya lapangan kerja terutama di bidang teknologi.

"Di PT IMIP sendiri, lebih dari 30.000 SDM diserap sebagai tenaga kerja," papar Luhut.

Namun demikian, SDM Indonesia belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan industri, sehingga masih diandalkannya TKA untuk pengoperasian beberapa mesin tertentu meski porsinya kecil, yakni kurang dari 10 persen total tenaga kerja.

Agar tidak terlalu lama bergantung pada tenaga kerja asing, pemerintah terus mendorong industri melakukan transfer pengetahuan dan teknologi supaya masyarakat Indonesia dapat meraih manfaat di kemudian hari

Sementara itu, dampak positif secara ekonomi yang dirasakan oleh daerah-daerah yang melakukan hilirisasi nikel adalah selama masa pandemi pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah tersebut terjaga.

Baca juga: Ekspor Produk Olahan Pertanian Capai Rp 518,85 Triliun pada Januari-Oktober 2021

"Contohnya PDRB Sulawesi Tengah yang tidak mengalami kontraksi sama sekali sepanjang 2020 hingga saat ini, meskipun daerah lain dan PDB Indonesia mengalami kontraksi dalam terutama pada kuartal II 2020," ucap Luhut.

Di sisi lain, Luhut bilang, pada era yang dinamis ini, isu energi dan sumber daya mineral memasuki babak baru.

Dengan makin memburuknya dampak perubahan iklim, banyak negara-negara di dunia terus memperbarui target emisi mereka.

"Karena secara jangka panjang, perubahan iklim, terutama yang diakibatkan aktivitas manusia (man-made), dapat mengancam kehidupan kita semua," imbuh dia.

Sebagai perwujudan komitmen akan iklim, berbagai negara memajaki karbon, baik secara langsung maupun dengan menerapkan sistem perdagangan karbon dengan sektor yang paling umum tercakup adalah transportasi darat dan pembangkit listrik.

Baca juga: Ekspor Total Produk Pertanian Januari-Oktober 2021 Capai Rp 518,8 Triliun

Secara global, permintaan akan kendaraan listrik yang menghasilkan emisi lebih rendah atau bahkan nol, meningkat dengan tajam, bahkan di saat pandemi.

Luhut menyebut, permintaan kendaraan listrik Eropa meningkat lebih dari 100 persen pada 2020.

Sejalan dengan target mengenai perubahan iklim, produksi kendaraan listrik pun diharuskan untuk bersifat rendah emisi sehingga pembangkit listrik yang digunakan pun harus merupakan energi baru terbarukan (EBT).

Nantinya pembuatan komponen baterai dan kendaraan EV akan mengandalkan komoditas andalan Indonesia seperti nikel, tembaga, aluminium, dan timah.

"Sehingga, jelas bahwa diperlukan ahli teknologi yang tidak hanya paham mengenai sumber daya mineral Indonesia, namun juga memahami isu lingkungan dan arah pengembangan ke depan," pungkas Luhut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com