KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Character Building Assessment & Training EXPERD

EXPERD (EXecutive PERformance Development) merupakan konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) terkemuka di Indonesia. EXPERD diperkuat oleh para konsultan dan staf yang sangat berpengalaman dan memiliki komitmen penuh untuk berkontribusi pada perkembangan bisnis melalui layanan sumber daya manusia.

Tim Virtual

Kompas.com - 27/11/2021, 08:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

PANDEMI sudah menciptakan focusing effect secara otomatis. Perhatian kita selalu mengarah pada pemberitaan mengenai perkembangan virus dan dampaknya. Sekarang, semua orang, termasuk yang tidak bisa membaca data dan tidak tahu-menahu mengenai kesehatan, terlihat fasih bicara mengenai Covid-19 layak ahlinya.

Dampak pandemi di sekitar kita memang sudah begitu kumulatif. Hal ini membuat kita tidak mampu berpikir jernih selama berbulan-bulan.

Pola bekerja dari rumah (work from home/WFH) yang sudah menjadi wacana bertahun-tahun harus diimplementasikan segera dalam hitungan hari. Kita harus segera menata diri untuk bekerja secara daring serta mengubah perhatian dan fokus kita.

Minggu-minggu berlalu. Bulan pun berganti. Waktu pandemi ini bahkan sudah masuk dalam hitungan tahun.

Sekarang, tim yang sudah bekerja secara remote selama pandemi mulai merasakan permasalahan-permasalahan. Anggota yang baru bergabung tidak merasakan atmosfer tatap muka. Banyak karyawan yang punya hambatan dengan perkembangan pribadinya tidak tersentuh oleh atasannya karena keterlambatan dalam mendeteksi masalah. Terasa juga kultur kelompok atau lembaga yang mulai meluntur karena kehidupan sehari-hari tidak teraba dengan jelas.

Tentunya, hal tersebut akan menjadi tantangan bagi para pemimpin. Utamanya, dalam menjaga semangat tim agar terus penuh energi dan tetap kuat menghadapi hambatan-hambatan yang mungkin lebih dahsyat pada masa mendatang.

Ada beberapa pemimpin yang berhasil menjaga kebahagiaan, produktivitas, dan kinerja timnya. Kita perlu belajar dari mereka.

Teknologi tetap paling penting

Eileen RachmanDok. EXPERD Eileen Rachman

Di pasaran sekarang, banyak tersebar platform yang memudahkan kita untuk berinteraksi dan mengorganisasikan pekerjaan kita bersama seluruh anggota tim. Tentunya penguasaan platform-platform ini secara mendalam akan sangat membantu kita untuk melakukan monitoring, berkontak, dan berkoordinasi.

Keterampilan individu dalam menggunakan teknologi memang berbeda-beda. Akan tetapi, kita harus memastikan bahwa komunikasi dan update pekerjaan tetap terjaga di antara seluruh anggota tim. Sebab, dari sinilah tim dapat bergerak maju.
Biasakan keadaan tidak sinkron

Teman saya seorang pimpinan yang bangun pagi. Setiap selesai shalat, ia mulai mengirimkan pesan-pesan, meskipun jarang mendapatkan jawaban segera. Ia sangat sadar bahwa rekan-rekannya mungkin masih memiliki kegiatan lain. Namun, ia mengharapkan jawaban dari mereka begitu memasuki jam kerja resmi mulai pukul 08.00.

Ketika masih berkantor, komunikasi yang kita lakukan biasanya tatap muka. Rapat pun berlangsung sekitar 1 sampai 2 jam. Keadaan ini pun tidak sama bila tim bekerja secara virtual. Ada ahli yang mengatakan, “When everyone is added to group meetings, no one is paying attention”. Kita sendiri menyaksikan gejala ketika orang-orang menggunakan dua perangkat, menutup kamera dan suara, serta beragam tindakan yang menyatakan kehadiran dengan fokus setengah-setengah.

Keadaan tim dengan lokasi bekerja remote tersebut bisa jadi berbeda-beda. Ada yang berada di ruangan yang nyaman dan ada pula yang berada di dekat dapur ataupun di sebelah kompor masak sembari mengawasi sekolah anak-anaknya yang juga dilakukan secara daring.

Oleh karena itu, kita memang harus menerima keragaman keadaan ini dan bisa menyikapinya. Kita bisa membuat komitmen agar mereka yang ada di dalam grup bereaksi terhadap pesan dalam jangka waktu tertentu, meskipun tidak secepat seperti ketika semuanya fokus di bawah atap yang sama. Hal terpenting, koneksi satu sama lain dalam tim tetap terjaga. Strategi komunikasinyalah yang perlu berubah.

Definisikan kehadiran

Kita sudah sulit melihat batas-batas lagi. Ada perusahaan yang mewajibkan setiap karyawan berada di depan layar komputernya pada jam kerja. Namun, hal itu pastinya sulit diimplementasikan untuk waktu yang lama.

Penelitian yang dilakukan Microsoft menunjukkan bahwa dalam model bekerja remote, para pekerja mengalami kesulitan untuk menarik batas antara pekerjaan dan kegiatan rumah. Kesulitan mengelola hal ini menjadi top stressor mereka.

Oleh karena itu, kesepakatan mengenai waktu berkoordinasi perlu dibuat dengan seluruh anggota tim. Dengan demikian, mereka tidak merasa cemas karena harus memeriksa telepon secara terus-menerus agar dianggap responsif.

Dengan adanya kejelasan itu pula, tidak ada lagi individu yang merasa dirinya dicecar kehadirannya atau dianggap menghilang dari kegiatan kantor. Sementara, ia sendiri merasa sudah berkontribusi dan menyelesaikan pekerjaannya.

Tekankan pengembangan

Dalam keadaan pandemi, modus bertahan memang menjadi prioritas utama dalam benak kita. Kebanyakan dari kita tidak memikirkan pengembangan diri, sementara justru pada masa ini banyak terjadi perubahan sehingga setiap anggota tim sebenarnya harus siap berubah.

Dalam bukunya, A New Culture of Learning (2011), John Brown dan Peter Denning menyatakan bahwa umur pengetahuan hanya bertahan maksimal 10 tahun. Ketika memasuki masa 5 tahun, pengetahuan yang kita miliki ini mulai menjadi tidak relevan. Dengan kata lain, karyawan yang tidak belajar apa-apa selama 5 tahun, bisa dibilang sudah tidak banyak manfaatnya bagi perusahaan.

Oleh karena itu, kita perlu membangun kultur belajar dengan pertanyaan-pertanyaan, seperti “Apa yang sedang dibaca saat ini?” dan “Keterampilan baru apa yang sedang dipelajari?”. Kultur ini dapat menumbuhkan kesadaran bahwa belajar itu perlu dan harus berlangsung terus-menerus.

Connect one on one

Bagaimanapun efektifnya sesi online, pertemuan satu lawan satu memiliki efek yang sangat berbeda. Dalam pertemuan empat mata, bonding jauh lebih mudah terjadi, apalagi bila dilakukan secara rutin.

Walaupun pertemuan virtual tidak seefektif tatap muka, bila memang terpaksa, tetap harus dilakukan. Namun, mengingat tampilan di layar menjadi lebih flat daripada sebenarnya, kita perlu melakukan upaya ekstra untuk tampil menarik di layar audio visual. Upayakan selalu lebih ekspresif dan bold agar passion kita tertangkap dan tertular kepada para anggota tim.

Penelitian mengatakan bahwa bawahan biasanya sangat antusias menghadapi pertemuan satu lawan satu. Ini adalah momen yang penting untuk menjaga ikatan hati dengan tim meskipun virtual.


komentar di artikel lainnya
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com