Ambil contoh pelayaran wisata atau cruise. Sektor ini membetot perhatian publik internasional ketika operator cruise memulangkan puluhan ribu kru mereka yang terjangkit. Demikian pula penumpangnya.
Sampai saat ini geliat pelayaran wisata masih belum pulih.
Sementara sektor pelabuhan menjadi sorotan dunia karena banyak yang ditutup, khususnya di China, demi meredam penyebaran virus.
Efek langkah ini terasa sampai sekarang. Sebuah portal berita nasional menyebut “kiamat kontainer” untuk mendeskripsikan efek itu.
Mengingat sektor pelayaran memiliki berbagai sub-sektor seperti dry bulk, tanker, chemical, dll, saya hanya akan fokus pada pelayaran peti kemas.
Bukan apa-apa. Pelayaran peti kemas merupakan primadona dari semuanya. Ia menjadi patokan dalam perdagangan internasional.
Maksudnya begini. Kemampuan negara dalam kancah perdagangan internasional (baca: ekspor dan impor) diukur dalam satuan peti kemas twenty foot equivalent unit atau TEU.
Karenanya sering kita membaca sebuah negara mengimpor/ekspor sekian TEU.
Kekuatan sebuah pelabuhan juga biasanya dikuantifikasi dengan ukuran TEU. Negara ini-itu juga melayani ekspor-impor komoditas seperti biji besi, nikel, gandum dan lain sebagainya dalam jumlah yang masif seringkali tidak menjadi ukuran.
Tentu pernyataan ini tidak ingin mengecilkan kinerja ekspor-impor komoditas tersebut dalam perdagangan luar negeri.
Hanya saja, ya itu tadi, tetap saja berbagai statistik rujukan internasional menomorsatukan perdagangan internasional yang menggunakan peti kemas dalam pencatatannya.
Diramalkan, bisnis pelayaran peti kemas akan tetap bersinar tahun 2022, seperti kondisinya saat ini.
Dilaporkan oleh berbagai media sebelumnya, pelayaran peti kemas membukukan pendapatan sekitar 48,1 miliar dollar AS hingga trisemester 2021.
Pencapaian ini sembilan kali lipat melebihi pendapatan yang diperoleh dalam periode yang sama pada 2020 sebesar 5,1 miliar dollar AS.
Pencapaian spektakuler ini mengalahkan penghasilan yang dibukukan oleh FANG (Facebook, Amazon, Netflix, Google).