Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, kontribusi ekonomi terhadap PDB di pulau Jawa sebesar 59 persen. Sementara pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa sebesar 5,52 persen.
Di Sumatera, kontribusi ekonominya sebesar 21,31 persen. Adapun di Kalimantan, kontribusi ekonominya sebesar 8,05 persen dengan pertumbuhan ekonomi 4,99 persen.
Adapun di Sulawesi, kontribusinya 6,33 persen dengan perrumbuhan ekonomi 6,65 persen. Lalu di Bali dan Nusa Tenggara, kontribusinya 3,06 persen dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,07 persen.
Kemudian di Maluku dan Papua, berkontribusi sebesar 2,24 persen dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 7,40 persen.
Baca juga: Asuransi Unit Link: Pengertian, Keuntungan, Risiko, dan Jenis-jenisnya
3. Krisis air bersih
Alasan lain dari pemindahan ibu kota negara adalah ketersediaan air bersih. Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) 2016, Jawa dan Bali mengalami krisis air yang cukup parah. Kondisi paling buruk berada di daerah Jabodetabek dan Jawa Timur.
Hanya sebagian kecil di pulau Jawa yang memiliki indikator hijau atau ketersediaan airnya masih sehat, yakni di wilayah Gunung Salak hingga Ujung Kulon.
4. Konversi lahan terbesar terjadi di Pulau Jawa
Dalam beberapa dasawarsa terakhir, Pulau Jawa mengalami konversi lahan terbesar di antara gugus pulau lainnya di Indonesia. Tren tersebut diperkirakan akan berlanjut hingga beberapa tahun ke depannya.
Proporsi konsumsi lahan terbangun di pulau Jawa mendominasi, bahkan mencapai lima kali lipat dari Kalimantan. Diprediksi, lahan terbangun di Jawa pada 2030 sebesar 42,79 persen.
Baca juga: Investasi Ilegal Makan Banyak Korban, Begini Kata OJK
Di Kalimantan, keterbangunan lahannya sebesar 9,29 persen pada 2010. Proporsi lahan terbangun di Kalimantan diprediksi meningkat pada 2030 menjadi 11,08 persen.
5. Pertumbuhan urbanisasi sangat tinggi
Selain itu, yang menjadi alasan pemindahan ibu kota adalah pertumbuhan urbanisasi yang sangat tinggi, dengan konsentrasi penduduk terbesar di Jakarta dan Jabodetabekpunjur.
Pada tahun 2013, Jakarta menempati peringkat ke-10 kota terpadat di dunia (UN, 2013). Lalu pada tahun 2017 masuk peringkat ke-9 kota terpadat di dunia.
6. Ancaman bahaya banjir, gempa bumi, dan tanah turun di Jakarta
Meningkatnya beban Jakarta sehingga terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan besarnya kerugian ekonomi. Hal itu seperti rawan banjir, tanah turun dan muka air laut naik, kualitas air sungai tercemar berat.
Sekitar 50 persen wilayah Jakarta memiliki tingkat keamanan banjir di bawah 10 tahunan (ideal kota besar minimum 50 tahunan).
Baca juga: OJK Beberkan Penyebab Menjamurnya Pinjol Ilegal
Wilayah Jakarta terancam oleh aktivitas Gunung Api (Krakatau, Gunung Gede) dan potensi gempa bumi-tsunami, Megathrust Selatan, Jawa Barat dan Selat Sunda dan gempa darat Sesar Baribis, Sesar Lembang, dan Sesar Cimandiri.
Selain itu, tanah turun mencapai 35-50 cm selama kurun waktu tahun 2007-2017.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.