Sebagai contoh, Anda dapat mengajukan pembiayaan dana syariah dengan menggunakan akad al Bai’ al-isti’jar.
Pada perjanjian ini, Anda melakukan transaksi pembiayaan dana syariah untuk keperluan produktif (modal usaha) atau keperluan konsumtif (wisata, umrah, pernikahan).
Dalam hal ini, Anda sebagai konsumen dan perusahaan pembiayaan sebagai penyedia dana syariah dapat bekerja sama dengan cara terbuka untuk mencapai kesepakatan di awal agar saling menguntungkan.
Baca juga: Mengenal Perbedaan CEO, COO, CFO, CTO, dan CMO di Perusahaan
3. Jenis Risiko
Dalam sistem pembiayaan konvensional, nasabah sepenuhnya menanggung risiko apabila tidak dapat mengembalikan pinjaman.
Sedangkan, dalam prinsip syariah, pihak perusahaan pembiayaan sebagai penyedia dana syariah harus ikut menanggung sebagian risiko dari hasil perjanjian bersama konsumen.
Sebagai contoh, seorang konsumen meminjam dana tunai sekitar Rp 30 juta untuk keperluan modal usaha dengan menggunakan prinsip pinjaman konvensional.
Di sini, konsumen tersebut diwajibkan untuk membayar kembali pokok pinjaman dengan risiko penambahan bunga yang telah ditentukan.
Sementara itu, pada pembiayaan dana syariah tidak berlaku bunga, sehingga meminimalisir risiko yang terjadi saat proses pembayaran angsuran.
4. Ketersediaan Pinjaman
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.