Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Minyak Dunia Naik, Pasokan Pertalite Harus Dijaga

Kompas.com - 09/03/2022, 19:51 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com – Pasokan bahan bakar minyak jenis Pertalite di SPBU Pertamina harus tetap terjaga agar tidak langka, walau ada kenaikan harga minyak dunia akibat perang Rusia-Ukraina. 

Hal itu disampaikan Satya Wira Yudha, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) dalam diskusi secara virtual, Selasa (8/3/2022). 

Pertalite sebagai BBM dengan kadar oktan (RON) 90 saat ini paling banyak dikonsumsi dibandingkan jenis BBM lain di SPBU Pertamina.

Sepanjang 2021, konsumsi Pertalite naik 30 persen mencapai 23 juta Kilo Liter (KL) dibanding 2020 sebesar 18 juta KL.

Konsumsi Pertalite meningkat, sebab masyarakat cenderung memilih bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dibandingkan BBM RON 88 (Premium).

Baca juga: Minyak Dunia Tembus 130 Dollar AS, Pertamina: Harga Pertalite Tidak Naik

Menurut Satya, agar pasokan Pertalite terjaga, diperlukan penegakan hukum dari aparat keamanan agar tidak terjadi kelangkaan. Jangan sampai ada oknum melakukan penimbunan BBM atau melakukan pengoplosan. 

“Pengaturan penggunaan Pertalite itu jadi kepentingan bersama. Penegakan hukum oleh aparat ini bisa langsung melakukan tindakan, peranan penegak hukum sangat besar. Jangan sampai ada upaya penimbunan,” ujar Satya. 

Menurut Satya, penegakan hukum (law enforcement) akan menjadi kunci supaya tidak terjadi penyelewengan di lapangan. 

“Itu yang harus mendapatkan sorotan dari penegak hukum agar tidak ada orang berebut, dan chaos,” katanya.

Sejauh ini belum terlihat dan mendengar kelangkaan BBM yang menimbulkan masalah sosial tinggi. Dengan demikian, yang diperlukan adalah Pertalite benar-benar digunakan oleh mereka yang membutuhkan.

Baca juga: Minyak Dunia Melambung, Ekonom: Jangan Naikkan Harga Pertalite

Jangan naikkan harga Pertalite

Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan, tingginya harga minyak mentah dunia turut membuat dilema pemerintah. Sebab, Indonesia merupakan net importir minyak mentah, dengan produksi mencapai 700.000 barrel per hari dan konsumsi 1,4-1,5 juta barrel per hari.

Tak ayal, melesatnya harga minyak secara berkepanjangan bisa menaikkan harga BBM dan LPG yang mampu menggerus daya beli masyarakat dan mengerek inflasi. Saat ini saja, pemerintah sudah menaikkan BBM jenis Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex.

Namun Fahmy berpendapat, pemerintah sebaiknya tidak menaikkan harga BBM hingga akhir Maret 2022, utamanya BBM yang banyak dikonsumsi warga, seperti Pertalite.

Menurut perhitungan Fahmy, Pertalite dikonsumsi oleh sekitar 70 persen penduduk.

 

"Maka saya berpendapat dalam 1 bulan ini sebaiknya pemerintah jangan menaikkan harga Pertalite berapa pun harganya. Barangkali ditunggu sampai akhir bulan depan. Paling tidak ini akan menjadi beban juga memang," ucap Fahmy ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (9/3/2022).

Jika menaikkan harga, peningkatan inflasi tidak dapat dihindari. Apalagi, sederet harga komoditas seperti daging sapi, minyak goreng, dan tepung terigu mulai melambung.

Pembuat kebijakan pun berencana menaikkan tarif PPN menjadi 11 persen pada April 2022.

"Maka tidak bisa dihindari inflasi itu pasti akan tinggi dan kemudian daya beli masyarakat akan semakin terpuruk. Padahal sebelumnya kena pandemi itu belum selesai benar. Dengan kenaikan (BBM) itu (masyarakat) akan terpukul kembali," ucap Fahmy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com