KOMPAS.com - Perayaan Lebaran di Indonesia tidak hanya identik dengan saling bermaaf-maafan, tetapi juga lekat dengan budaya "salam tempel".
Salam tempel yang dimaksud adalah pemberian tunjangan hari raya (THR) berupa sejumlah uang dari orang dewasa kepada anak-anak.
Melansir Cash Matters, Selasa (12/4/2022) , tradisi berbagi uang Lebaran pertama kali dipopulerkan oleh Khalifah Dinasti Fatimiyah di Afrika Utara pada abad pertengahan.
Saat itu, muncul tradisi membagikan uang, pakaian, atau permen kepada anak-anak muda dan masyarakat umum saat hari pertama perayaan Idul Fitri.
Pada akhir era Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman) atau sekitar lima abad kemudian, kegiatan bagi-bagi pada hari Lebaran itu mengalami perubahan hanya dalam bentuk uang tunai dan dibagikan untuk lingkup keluarga saja.
Baca juga: Cara Penukaran Uang Baru di BI untuk Angpau Lebaran via Online
Mengutip BBC.com, pemberian uang kepada anak-anak saat Idul Fitri tak lepas dari pengaruh budaya Arab dan Tionghoa.
Dosen Ilmu Sosiologi dan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang (Unnes) Didi Purnomo mengatakan, pengaruh budaya salam tempel menghasilkan akulturasi di berbagai wilayah Indonesia.
"Makanya di Betawi mengenal istilah 'nanggok'. Surabaya ada tradisi 'galak gampil', dan Minang ada 'manambang'," ujarnya.
Pemberian salam tempel untuk anak-anak, kata dia, tidak hanya sekadar tradisi. Ada tiga makna penting dari tradisi yang sudah berjalan lama tersebut.
Baca juga: [KURASI KOMPASIANA] Salam Tempel Jangan Sampai Jadi Budaya Meminta-minta
Pertama, makna pemberian salam tempel untuk anak-anak dimaksudkan agar mereka belajar mengelola uang dan menabung untuk masa depan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.