Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Said Abdullah
Ketua Badan Anggaran DPR-RI

Ketua Badan Anggaran DPR-RI. Politisi Partai Demoraksi Indonesia Perjuangan.

Menakar Risiko Fiskal 2023

Kompas.com - 26/05/2022, 10:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Reformasi subsidi energi telah menjadi kesepakatan rapat Badan Anggaran DPR dengan pemerintah sejak April tahun lalu, realisasinya tidak kunjung disegerakan hingga kini oleh kementerian terkait.

Hal serupa terjadi pada sektor pangan. Kunci penting bagi swasembada pangan adalah lahan, pengairan, bibit, pupuk, dan teknologi dan infrastruktur pendukung.

Presiden Joko Widodo menargetkan 4,5 juta ha lahan dapat menjadi penopang pangan produktif.

Namun birokrasi kita lambat mencapai output, dari target 4,5 ha, baru 1,2 juta ha (26,6 persen) lahan terdistribusi ke rakyat.

Kita juga lambat menyempurnakan kebijakan subsidi pupuk dan benih. Pendek kata, menjadi petani bukanlah cita-cita anak muda kita karena dianggap tidak menjanjikan kesejahteraan, dan profesi ini terus dekaden dari tahun ke tahun.

Berbeda dengan sektor pangan dan energi, pascakrisis keuangan tahun 1998, kita terus memperbaiki sistem keuangan yang berkelanjutan ditambah administratur yang konsisten dan cakap.

Kombinasi keduanya membuat sistem keuangan kita relatif tahan turbolensi, terbukti kita selamat dari guncangan krisis ekonomi 2008-2009.

Menghadapi pandemi covid-19, sistem keuangan kita malah menopang pemulihan pada sektor riil.

Meskipun begitu, kita tidak berpuas diri, tantangannya bagaimana menempatkan sistem keuangan kita mitigatif dan adaptif terhadap perubahan global dan domestik.

Fokus kebijakan

Pada tahun 2023, secara mandatoris APBN kita akan kembali ke defisit di bawah tiga persen PDB. Artinya gap belanja dan pendapatan negara tidak lagi bisa selebar tiga tahun terakhir ini.

Jika pemerintah memerlukan banyak “amunisi” pada pos belanja, konsekuensinya pendapatan negara harus naik, dan pertumbuhan PDB harus terjaga dengan baik.

Tahun depan pemerintah menarget pertumbuhan PDB pada titik moderat 5,6 persen, dan inflasi terkendali ke posisi 3 persen.

Pemerintah juga membuat perencanaan yang cukup antisipatif dengan memperkirakan yield SBN yang tinggi di kisaran 7,34 sampai 9,16 persen.

Artinya prediksi terhadap tingginya beban bunga SBN dengan tenor 10 tahun sudah dipersiapkan sejak awal.

Terhadap perkiraan kurs rupiah ke dollar AS, pemerintah memperkirakan pada posisi moderat di level Rp 14.300 – Rp 14.800 per dollar AS.

Perhitungan yang antisipatif terlihat pada usulan pemerintah terhadap asumsi ICP di level 100 dollar AS per barel.

Langkah yang sama terlihat pada target litfing minyak bumi dan gas yang berada di worse scenario.

Usulan pemerintah target lifiting di level 619 ribu-680 ribu barel per hari untuk minyak bumi, dan 1,02 juta -1,11 juta barel setara minyak per hari untuk gas.

Meskipun perencanaan pemerintah terhadap asumsi ekonomi makro kita pada tahun depan cukup make sure, namun kiranya tidak lantas membuat kementerian dan lembaga, terutama di pos strategis seperti keuangan, energi, dan pangan tidak menganggap semuanya terantisipasi dengan baik dalam perencanaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com