Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Banyak Induk Perusahaan Sawit Berkantor di LN?

Kompas.com - Diperbarui 28/05/2022, 05:27 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaudit seluruh perusahaan kelapa sawit untuk menyelesaikan polemik mahalnya harga minyak goreng.

Hasil identifikasi yang dilakukan kementeriannya, kata Luhut, diketahui banyak perusahaan yang menguasai ratusan ribu hektare lahan perkebunan kelapa sawit, justru memilih berkantor pusat di luar negeri.

Bahkan, sebagian perusahaan-perusahaan asing tersebut juga sejatinya dimiliki para konglomerat Indonesia. Mereka menanam kelapa sawit di atas tanah milik negara yang diberikan pemerintah melalui skema hak guna usaha (HGU).

HGU sendiri merupakan pemberian tanah milik negara untuk dikelola pengusaha untuk dimanfaatkan secara ekonomi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 1960 beserta peraturan-peraturan turunannya.

Baca juga: Para Konglomerat yang Kaya Raya berkat Minyak Goreng

Keberadaan HGU sendiri sebenarnya tak lain adalah sebagai pengejawantahan UUD 1945 Pasal 33, di mana bumi dan kekayaan di dalamnya bisa dipakai sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.

Luhut bilang, perusahaan-perusahaan tersebut sudah mengeruk untung dari tanah HGU yang diberikan negara, namun justru berkantor pusat di luar negeri. Imbasnya, pemerintah Indonesia pun harus kehilangan potensi penerimaan pajak.

"Bayangkan dia punya 300-500 ribu (hektare), headquarter-nya di luar negeri, dia bayar pajaknya di luar negeri. Not gonna happen. You have to move your headquarter to Indonesia. (Tidak boleh. Kamu harus pindahkan kantor pusatmu ke Indonesia)," tegas Luhut.

Sebagaimana diketahui, Luhut memang tidak secara spesifik menyebut nama perusahaan pemilik perkebunan kelapa sawit besar yang mengeruk banyak untung di Indonesia, tetapi perusahaan induknya memilih berkantor pusat di luar negeri.

Baca juga: 6 dari 10 Orang Terkaya RI adalah Konglomerat Sawit, Ini Daftarnya

Sejumlah perusahaan besar di industri kelapa sawit yang beroperasi di Indonesia memang diketahui memiliki induk perusahaan yang berkantor di luar negeri seperti Singapura.

Bahkan meski berkantor di luar negeri, beberapa perusahaan tersebut sahamnya dimiliki pengusaha warga negara Indonesia (WNI). Selain WNI, perusahaan perkebunan kelapa sawit besar di Indonesia juga banyak dimiliki oleh penanama modal asing (PMA).

Dikutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian, selama 2014-2018, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 7,89 persen.

Sementara itu, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat investasi asing atau penanaman modal asing (PMA) di sektor pertanian pada periode 2015 - pertengahan 2021 masih didominasi investasi perkebunan sawit.

Baca juga: Apa Benar Luhut Juga Punya Bisnis Kelapa Sawit?

Investor kelapa sawit terbesar justru berasal dari Singapura. Sementara investor asal Malaysia berada di peringkat kedua.

Kepala Sub Direktorat Sektor Agribisnis Kementerian Investasi/BKPM Jumina Sinaga mengatakan investor asing PMA subsektor tanaman pangan, perkebunan dan peternakan di Indonesia berasal dari Singapura (53,7 persen) dan Malaysia (15,8 persen).

"Hal ini sejalan dengan investasi perkebunan sawit yang sebagian besar berasal dari kedua negara tersebut," kata dia dikutip dari Antara.

Jumina menjelaskan, realisasi PMA sektor pertanian pada periode 2015-Maret 2021 mencapai 9,5 miliar dolar AS atau berkontribusi sekitar 5,2 persen dari terhadap total PMA di Indonesia.

Sementara itu, penanaman modal dalam negeri (PMDN) pada periode tersebut mencapai Rp 173,9 triliun atau berkontribusi 9,1 persen terhadap total PMDN di Indonesia.

"PMA sektor pertanian didominasi di Kalimantan dan Sumatera," kata Jumina.

Baca juga: Luhut Bakal Audit Perusahaan Kelapa Sawit, Begini Respons Serikat Petani Sawit

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com