Pada akhirnya, konten baru tapi formatnya sama seperti dulu, dianggap bukan masalah besar dan dengan mudahnya bisa lolos dari pengawasan. Terlepas dari etis atau tidak materinya, seperti pada kasus Holywings.
Padahal, iklan hakikatnya harus mementingkan konsumen di atas kepentingan profit. Apa pun caranya, masyarakat harus selalu diuntungkan dari segi kultural, bahkan diberikan manfaat secara intelektual.
Mau bagaimanapun, kesan pertama konsumen terhadap bisnis salah satunya ada pada etis atau tidaknya aksi periklanan dari bisnis selama ini.
Dengan begitu, bisnis dengan iklan yang tidak mementingkan konsumen bisa dipastikan tidak akan berumur panjang.
Jika orang-orang sudah menunjukkan ketidaksepakatan terhadap iklan berorientasi agama, maka sudah seharusnya bentuk periklanan seperti itu tidak dipaksakan harus ada, apalagi hanya untuk kepentingan profit dan keberhasilan kegiatan branding (Qureshi, 2021).
Tambah lagi, membuat konten promosi seperti ini sebenarnya sama saja dengan menempatkan konsumen sebagai orang dungu yang mudah dipermainkan – begitu jika merujuk pada ucapan bapak besar periklanan, David Ogilvy.
Pun, kalau bersikukuh tetap menjadikan agama sebagai materi iklan, merek yang mengiklankan harus berhati-hati dalam membuat dan menyebarluaskannya.
Meski sekilas terlihat seolah-olah membuat pergerakan bisnis menjadi kaku dan terbatas, cara seperti ini dapat mempercepat dan memudahkan keterhubungan antara merek dan masyarakat.
Akan lebih baik lagi jika berkomitmen untuk menghapus citra iklan keagamaan sebagai sesuatu yang bersifat propagandis — mengembalikan iklan pada hakikat sejatinya.
Iklan yang tidak melulu menghamba buta pada ‘selera pasar’, melainkan mementingkan sehatnya pertukaran modal ekonomi dengan modal budaya dan sosial.
Iklan yang menjunjung tinggi etika, kebersamaan, semangat, dan sebagainya dengan konsumen.
Iklan yang mampu menempatkan konsumen sebagai mitra sejajar yang hubungan dengannya harus dipertahankan sedemikian rupa sehingga sama-sama mendapatkan kepuasan maksimal.
Mau bagaimanapun, iklan berorientasi agama sejatinya mementingkan kebersamaan, hubungan, dan kemanusiaan di atas segalanya.
Karena, pada hakikatnya, merek tercipta atas dasar persamaan persepsi antara pemiliknya dan target audiens.
Sehingga, iklan berorientasi agama yang bernuansa positif akan menciptakan respons positif atas merek, dan dapat meningkatkan angka penjualan dengan sendirinya.