Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. H. Mahyudin. ST, MM
Pimpinan DPD

Wakil Ketua DPD- RI periode 2019-2024

Solusi Kisruh Industri Sawit

Kompas.com - 08/07/2022, 15:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PASCAPENCABUTAN kebijakan pelarangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya (CPO dan turunannya) masih menyisakan masalah serius bagi Industri sawit dari hulu ke hilir, dengan jebloknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dan kisruh masalah minyak goreng di dalam negeri.

Sebelumnya pemerintah memberlakukan larangan ekspor CPO dan turunannya sejak 28 April 2022 hingga 22 Mei 2022, demi menurunkan harga minyak goreng yang melonjak di pasaran.

Kebijakan tersebut ternyata dianggap lebih banyak membawa dampak negatif, ketimbang menjadi strategi pengendali harga minyak goreng.

Salah satu dampak nyata dari kebijakan larangan ekspor tersebut adalah di sektor hulu, di mana harga TBS di tingkat petani kelapa sawit anjlok.

Berdasarkan data, akibat larangan ekspor ini, stok CPO Indonesia melimpah. Di bulan April 2022 saja mencapai 6,103 juta ton. Padahal total konsumsi lokal hanya 1,752 juta ton.

Maka tidak heran jika banyak PKS (pabrik kelapa sawit) yang sudah tutup, tidak bisa lagi produksi CPO, karena tidak tertampung.

Berdasarkan data Gapkindo, dari 1.118 unit pabrik sawit, diperkirakan 58 pabrik tutup total beroperasi, sedangkan 114 unit pabrik sawit buka tutup.

Bisa dikatakan bahwa kebijakan larangan ekspor tidak efektif menjamin stabilitas harga minyak goreng karena masalah minyak goreng sebetulnya adalah persoalan distribusi, bukan hanya terkait bahan baku.

Bahkan, pascadibuka kembalinya ekspor sawit, sejak bulan Mei lalu, hingga kini harga tandan buah segar sawit makin hari justru makin anjlok.

Dari data posko pengaduan harga TBS APKASINDO di 22 provinsi, diketahui harga TBS swadaya mencapai Rp 1.116/kg dan petani bermitra sudah pecah Rp 2.000/kg menjadi Rp 1.700/kg.

Intervensi Pemerintah

Kondisi makin anjloknya harga TBS saat ini perlu diatasi dengan segera, karena menyangkut nasib 2,5 juta kepala keluarga petani sawit, yang akan jatuh miskin, menganggur, dan menambah jumlah penduduk miskin di Indonesia.

Ada beberapa langkah komprehensif yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalah industri kelapa sawit.

Pertama, berperan sebagai penjaga persediaan. Pemerintah perlu melakukan intervensi untuk menjaga stabilitas harga sawit dengan menjaga persediaan.

Ketika harga sawit turun pemerintah harus menyiapkan semacam badan usaha yang memiliki kewenangan seperti halnya Bulog (Badan Urusan Logistik) dalam menstabilkan harga beras di pasaran.

Bulog berperan sebagai pembeli ketika petani panen dan harga turun. Sebaliknya, ketika harga beras naik, maka Bulog mengeluarkan stok beras ke pasar.

Seharusnya, cara kerja Bulog menstabilkan harga beras tersebut bisa ditiru pemerintah dalam menstabilkan harga minyak goreng.

Mengingat minyak goreng ini masuk dalam sembilan bahan pokok, yang seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah sebagai regulator dan stabilisator dalam perdagangan.

Kedua, cara mengatasi kisruh industri sawit bisa dilakukan dengan memperkuat BUMN perkebunan seperti PTPN, yang bertugas menyiapkan lahan pengolahan minyak goreng di tiap pulau se-Indonesia.

Dalam rangka menyiapkan kebutuhan dasar masyarakat terhadap ketersediaan minyak goreng. Sehingga produksi sawit bisa terserap, serta kebijakan DMO bisa dimaksilkan.

Jadi, di sini ada peran pemerintah sebagai stabilisator harga. Ketika panen melimpah, maka pemerintah ikut membeli karena pemerintah memiliki infrastrukturnya untuk membeli TBS menjadi CPO, selanjutnya diolah untuk menjadi turunannya oleh pemerintah sendiri.

Ketiga, pemerintah perlu menjaga keseimbangan kepemilikan lahan sawit yang saat ini banyak dimiliki swasta.

Berdaarkan data, pemain kelapa sawit di Indonesia didominasi oleh perusahaan swasta dengan lahan seluas 7,7 juta hektare (ha) atau 54 persen dari total luas lahan sawit.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Tanaman dan Perkebunan, Kementerian Pertanian pada 2018 itu, luas lahan sawit yang dimiliki negara melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencapai 715.000 ha atau 5 persen.

Sedangkan jika dilihat dari kinerja produksi yang dihasilkan, swasta terlihat paling banyak memproduksi kelapa sawit sebesar 26,5 juta ton atau 51 persen.

Selanjutnya perkebunan rakyat menyumbangkan 14 juta ton CPO atau 33 persen, sedangkan perkebunan negara hanya 6 persen atau 2,5 juta ton CPO.

Kondisi terlalu dominannya kepemilikan lahan dan kenerja produksi swasta dalam indstri kelapa sawit itu, membuat pemerintah sulit untuk sepenuhnya mengendalikan mekanisme harga CPO di pasar.

Keempat, menghentikan sementara pungutan ekspor dan bea keluar CPO. Intervensi pemerintah juga diperlukan sebagai regulator, dengan menghentikan sementara pungutan eskpor dan bea keluar (BK) CPO.

Setidaknya langkah ini sesuai dengan kajian SPKS, di mana penurunan harga TBS sawit saat ini diakibatkan tingginya pungutan ekspor yang dikumpulkan badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan besarnya Bea Keluar (BK) CPO.

Maka intervensi pemerintah sebagai stabilisator dan regulator harga sawit perlu dilakukan, karena sawit merupakan industri unggulan Indonesia dan menjadi salah satu sumber devisa terbesar negara.

Untuk itulah, keberadan infrastruktur dan aturan penunjang intervensi negara dalam industri sawit perlu diperhatikan, dalam menstabilkan harga minyak goreng dan harga TBS.

Sehingga pemerintah tidak hanya sekadar melakukan kebijakan buka dan tutup kebijakan ekspor CPO dan turunannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com