Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Kereta Cepat: Target Molor Terus dan Biaya Makin Membengkak

Kompas.com - 14/07/2022, 09:17 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Masalah peliknya pendaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung belum juga selesai hingga saat ini. Padahal, mega proyek ini ditargetkan bisa mulai beroperasi pada Juni 2023.

Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Didiek Hartantyo mengatakan, penyelesaian proyek yang digarap PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) terancam terhambat, sehingga penyelesaian proyek terus diundur.

Menurut Didiek, arus kas KCIC semakin menipis karena ngos-ngosan mendanai proyek yang biayanya terus membengkak tersebut. Ia berharap, cairnya duit APBN bisa mengatasi kesulitan KCIC.

"Ini apalagi enggak jadi 2022 (target operasi). Maka berpotensi penyelesaiannya kereta cepat ini akan terhambat juga, karena cast flow KCIC itu akan bertahan sampai September sehingga belum turun maka cost overrun ini Juni 2023 akan terancam mundur," kata Didiek dalam keterangannya dikutip pada Kamis (14/7/2022).

Baca juga: Ironi Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang Tak Sampai Bandung

Seperti diketahui, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung mengalami pembengkakan biaya dan gagal memenuhi target awal penyelesaiannya. Pada awalnya, proyek ini diperhitungkan membutuhkan biaya Rp 86,5 triliun.

Kini biaya proyek menjadi Rp 114,24 triliun alias membengkak Rp 27,09 triliun, dana sebesar itu tentu tak sedikit. Target penyelesaian pun molor dari tahun 2019 mundur ke tahun 2022. Belakangan, targetnya mundur lagi menjadi 2023.

Didiek juga mengatakan, masalah proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini bermula dari kontraktor. Kemudian, pada 2019 proyek kereta cepat ini terhambat karena pembebasan tanah.

"Ini luar biasa, nah saat itu lah kemudian kita PT KAI diminta untuk masuk, namun baru dengan keluarnya Perpres 93 tahun 2021 kemarin kereta api betul-betul menjadi lead sponsor daripada kereta cepat ini," ujarnya.

Baca juga: Ironi Kereta Cepat: Ngotot Diklaim B to B, Tapi Pakai Duit APBN

Utang China

Dalam keterangan resminya, PT KCIC menjelaskan bahwa komposisi pendanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan porsi terbesar berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB) sebesar 75 persen.

Sementara 25 persen pendanaan sisanya, berasal dari setoran modal dari konsorsium dua negara, Indonesia-China. Dengan pembagian, konsorsium BUMN Indonesia menyetorkan kontribusi sebesar 60 persen, dan sisanya dari modal konsorsium China, Beijing Yawan sebesar 40 persen.

Dengan demikian, maka utang akan ditanggung oleh konsorsium PT KCIC, yang di dalamya terdapat beberapa perusahaan BUMN yang terlibat yakni PT KAI (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PTPN.

Seperti diketahui, keempat BUMN tersebut membentuk usaha patungan yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia. Perusahaan ini kemudian menggenggam saham sebesar 60 persen di PT KCIC.

Baca juga: Sebagai Negara Maju, Kenapa AS Enggan Mengembangkan Kereta Cepat?

Corporate Secretary PT KCIC, Rahadian Ratry, menjelaskan dengan bergabungnya perusahaan China dalam konsorsium KCIC, maka pihak China juga menanggung risiko sesuai porsi saham miliknya bersama dengan konsosium BUMN Indonesia.

"Skema kerja sama yang ditawarkan oleh China adalah B to B. Artinya BUMN China telah berinvestasi dan menanggung untung rugi dan risiko dari kerja sama yang terjalin," kata Rahadian Ratry dalam keterangan resminya

Mengalir duit APBN

Meski menuai banjir kritik dan dinilai melanggar janji, pemerintah bergeming dan tetap mengucurkan duit APBN untuk menambal pembengkakan biaya investasi Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Namun demikian sampai saat ini, baik pemerintah maupun pihak KCIC masih kukuh menganggap proyek ini B to B. Hal ini karena APBN tak mengalir langsung ke proyek tersebut, melainkan melalui PMN ke KAI.

Baca juga: Konglomerat Sawit dan Batu Bara dari Kalsel, Siapa Haji Isam?

Dilansir dari Antara, PMN yang akan dialokasikan pemerintah sebesar Rp 3,4 triliun, digunakan untuk pembayaran base equity capital atau kewajiban modal dasar dari konsorsium.

Dalam beberapa kesempatan, baik Presiden Jokowi maupun para pembantunya, berungkali menegaskan bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung adalah murni dilakukan BUMN.

Menggunakan skema business to business. biaya investasi sepenuhnya berasal dari modal anggota konsorsium dan pinjaman dari China. Dana juga bisa berasal dari penerbitan obligasi perusahaan.

"Kereta cepat tidak gunakan APBN. Kita serahkan BUMN untuk business to business. Pesan yang saya sampaikan kereta itu dihitung lagi," kata Jokowi dikutip dari laman Sekretariat Kabinet pada 15 September 2015.

Baca juga: Janji Jokowi: 2 Minggu Lagi, Harga Minyak Goreng Turun Jadi Rp 14.000

"Kita tidak ingin beri beban pada APBN. Jadi, sudah saya putuskan bahwa kereta cepat itu tidak gunakan APBN," ucap Jokowi menegaskan.

Jokowi menegaskan, jangankan menggunakan uang rakyat, pemerintah bahkan sama-sekali tidak memberikan jaminan apa pun pada proyek tersebut apabila di kemudian hari bermasalah.

Hal ini karena proyek kereta cepat penghubung dua kota berjarak sekitar 150 kilometer tersebut seluruhnya dikerjakan konsorsium BUMN dan perusahaan China dengan perhitungan bisnis.

"Tidak ada penjaminan dari pemerintah. Oleh sebab itu, saya serahkan kepada BUMN untuk melakukan yang namanya b to b, bisnis," tegas Jokowi kala itu.

Baca juga: Sederet Jejak Digital Janji Jokowi Setop Impor Kedelai

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com